Tata Niaga Pasar Tiongkok, Asita Bali Dukung Langkah Pemerintah

Tata Niaga Pasar Tiongkok, Asita Bali Dukung Langkah Pemerintah

Kekacauan tata niaga ditengah peningkatan kunjungan wisatawan Tiongkok menjadi masalah krusial dipenghujung tahun 2018. Pemerintah Provinsi Bali pun turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pasalnya, kisruh itu berakibat pada penurunan kedatangan wisatawan Negeri Tirai Bambu ke Pulau Dewata. 

Sikap itu ditunjukkan pemerintahan pimpinan Gubernur, Wayan Koster melalui instruksi penutupan seluruh usaha tidak sehat dan ilegal yang kepemilikannya oleh warga negara asing (WNA) asal Republik Rakyat Tiongkok. Namun belakangan beredar kabar, sejumlah toko Tiongkok yang ditutup pemerintah kembali beroperasi 

Ketua Asosiasi biro perjalanan dan wisata (Asita) Bali, Ketut Ardana mengaku komit mendukung upaya represif yang dilakukan pemerintah. Menurutnya langkah itu strategi tepat dalam perbaikan tata niaga di pasar Tiongkok. 

"Kita sangat mendukung, apalagi surat yang kita turunkan kan sampai sekarang masih berlaku. Jadi kami sangat taat dengan apa yang sudah diputuskan oleh pemerintah. Pemerintah kan sudah, atau Gubernur kan sudah menurunkan surat tutup toko, kan begitu ya. Artinya kami ini tidak alergi dengan adanya toko, tidak, tidak ya," ungkapnya kepada wartawan di Sekretariat DPD Asita Bali, baru-baru ini 

Meski mendukung langkah tegas Pemerintah Provinsi Bali, akan tetapi ia meminta adanya regulasi soal tata niaga Tiongkok. Hal itu dikatakan dasar yuridis formal yang dapat digunakan untuk menata pola perdagangan ditengah pertumbuhan wisatawan Tiongkok ke Bali. 

"Kalau misalnya nanti pemerintah dengan berbagai pertimbangannya akan kembali mengizinkan membuka toko-toko tersebut, sudah beberapa kali kami sampaikan kepada Bapak Wakil Gubernur utamanya, karena dengan beliau kami bertemu, harus ada regulasinya, harus diatur dengan jelas, apa yang boleh, apa yang tidak. Sekarang yang ramai dipermasalahkan ini kan masalah pekerja asingnya orang China, masalah barang-barangnya hanya barang China saja, masalah pembayaranya yang langsung diterima di China, wechat pay atau alibaba pay, kan begitu ya," ujarnya. 

"Kemudian masalah etika bisnisnya, ini semua harus diperbaiki. Kalau memang pada akhirnya pemerintah itu memutuskan untuk kembali membuka, tentu itu kan ada komunikasi antara pemerintah dengan toko-toko yang ingin berbisnis. Contohnya masak sih turis China yang datang kesini itu sampai disini masuk ke toko beli barang China lagi, kan tidak masuk akal itu, sangat tidak masuk akal," imbuhnya. 

Ardana berharap kedepan seluruh pelancong yang berkunjung ke Bali dapat melihat kepariwisataan Pulau Seribu Pura secara utuh. Tidak melulu dipaksa berbelanja, para wisatawan mancanegara (wisman) dikatakan memiliki hak untuk menikmati seluruh kekayaan Bali, baik dari seni budaya, keindahan alam, maupun keramahtamahan masyarakat. 

"Jadi siapapun turis, dari negara manapun mereka datang, mereka harus melihat Bali secara keseluruhan. Mereka harus melihat alam Bali yang sebenarnya bagaimana. Mereka harus berada ditengah-tengah masyarakat Bali yang sangat ramah, dengan berbagai aktivitas kesehariannya. Mereka harus melihat budaya yang unik. Karena inilah yang menjadi ujung tombak pariwisata Bali, budaya ini yang menjadi ujung tombak pariwisata, tidak ada di dunia lain, ini yang ingin kita tunjukkan kepada wisatawan siapapun termasuk China," tegasnya.

"Nah misalkan kalau sekarang China kesini, lebih banyak mereka dimasukkan ke toko-toko itu dan mereka yang dibeli juga barang China, kan sebenarnya kita tidak rela. Karena kita ingin menunjukkan Bali yang sebenarnya," pungkasnya. 

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait