Sepanjang 2018 BPJS Ketenagakerjaan Banuspa Bayarkan Klaim JKK Rp32,7 miliar

Sepanjang 2018 BPJS Ketenagakerjaan Banuspa Bayarkan Klaim JKK Rp32,7 miliar

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan wilayah Bali, Nusa Tenggara, dan Papua (Banuspa) menggelar kegiatan bertajuk "Peran Dokter Penasehat dan Pegawai Pengawas Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia dalam Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja", di sanur, Jumat (5/4/2019).

Deputi Direktur BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Banuspa. M. Yamin Pahlevi menjelaskan, kegiatan tersebut guna meningkatkan koordinasi diantara dokter penasehat dan pegawai pengawas di wilayah Bali, Nusa Tenggara, dan Papua.

Tujuannya untuk membangun persepi dan kerjasama dalam memberikan pelayanan terhadap peserta yang mengalami kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. "Jadi peran dokter penasehat disini adalah untuk sejauh mana mereka akan memberikan penetapan terhadap dampak dari seseorang mengalami kecelakaan terhadap tingkat kecacatannya. Sedangkan peran dari pegawai pengawas adalah, beliau akan mengawal apakah seorang yang mengalami kecelakaan ini memang benar dalam hubungan kerja maupun penyakit akibat kerja," paparnya kepada wartawan.

"Sehingga pada akhirnya kebijakan BPJS Ketenagakerjaan dalam rangka meningkatkan pelayanan kedepan makin dapat diwujudkan dengan lebih baik," lanjutnya.

Yamin menjelaskan, kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja memiliki klasifikasi berbeda. Kecelakaan kerja merupakan kasus yang dialami peserta dalam hubungan kerja, mulai dari berangkat, berada dikantor, hingga kembali kerumah. "Kecelakaan kerja harus ada unsur rudapaksa. Jadi seseorang dinyatakan mengalami kecelakaan kerja dalam hubungan kerja, satu dari mulai berangkat sampai tempat kerja dan sebaliknya sampai dirumah kembali, kemudian ada unsur rudapaksa," jelasnya. Sedangkan penyakit akibat kerja adalah risiko yang muncul disebabkan oleh lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja disebut Yamin tidak perlu memenuhi unsur rudapaksa.

"Jadi umpamanya seseorang ini dilingkungannya dia bekerja dengan tingkat kebisingan yang tinggi, sehingga dalam waktu tertentu pekerjanya bisa mengalami gangguan pendengaran permanen misalnya. Atau di lingkungan kerjanya, bekerjanya penuh dengan zat-zat kimia, sehingga berdampak kepada pekerjanya terpapar zat kimia sehingga mungkin dia bisa gangguan paru-paru akut, atau bahkan juga gangguan kanker," paparnya.

Koordinator Dokter Penasehat, Prof Putu Gede Adiatmika menjelaskan peran utama dokter penasehat memberikan pertimbangan medis dalam rangka menetapkan kecacatan fungsional maupun cacat anatomis.

  “Bila dalam proses antara pengawas tenaga kerja dan BPJS terjadi persamaan persepsi, dia (dokter penasehat) langsung bekerja di situ. Tapi jika ada perbedaan persepsi, di sini peran dokter pengawas menjadi penengah antara pengawas dengan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga kita bisa mendapatkan kesepakatan untuk menetapkan kecacatan fungsional,” ungkapnya.  

Pertanggungan kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja diberikan kepada seluruh peserta baik pekerja penerima upah (formal), maupun pekerja bukan penerima upah (informal). Sepanjang tahun 2018, angka kecelakaan kerja di wilayah Bali, Nusa Tenggara, dan Papua mencapai 2.625 kasus dengan total klaim Rp32,7 miliar. Sementara untuk jumlah peserta di BPJS Ketenagakerjaan Banuspa hingga Maret 2019 mencapai 744.044 orang.

Dari jumlah itu, BPJS Ketenagakerjaan cabang Bali Denpasar berhasil mengakuisisi 296.733 orang, dan BPJS Ketenagakerjaan Bali Gianyar sebanyak 74.249 peser  

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait