Pelaku Usaha di Bali Masih Terkendala Permodalan

Pelaku Usaha di Bali Masih Terkendala Permodalan

Aktivitas kepariwisataan Bali berangsur pulih.Kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) pun mulai terasa signifikan. 

Merujuk data PT Angkasa Pura I (Persero) pergerakan kedatangan penumpang internasional di Bandara Ngurah Rai mencapai 8.500 orang per hari.

Kecenderungan positif ini tampaknya belum menjadi kondisi ideal bagi pengusaha.

Pasalnya, pengusaha hingga kini masih terganjal modal kerja.

Ketua Umum Badan Pengurus Daerah Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPD HIPMI) Bali, Agus Pande Widura mengakui, sebagian besar pelaku usaha di Pulau Dewata masih terkendala permodalan.

Alasannya, cashflow pengusaha tidak mencukupi untuk "restarting engine".

Kendala itu disebut belum mendapat solusi, mengingat sebagian besar perbankan tidak memberikan lampu hijau bagi pengusaha untuk melakukan pengajuan tambahan modal kerja. 

"Hampir sebagian besar pengusaha di Bali ini melakukan restrukturisasi di perbankan. Ketika mereka sudah melakukan restrukturisasi, ada kendala mereka belum bisa melakukan topup," katanya kepada wartawan di Denpasar, Kamis (21/7/2022).

"Tentu harapan kami dengan adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2022, dan juga badan penjamin dalam hal ini LPEI, itu dapat menyelaraskan (kebijakan), sehingga pengusaha-pengusaha di Indonesia, khususnya di Bali yang bergerak di pariwisata tentunya, bisa dapat penambahan modal untuk memulai bisnis yang selama ini sempat tertidur," lanjutnya. 

Selain itu pengusaha yang akrab disapa APW itu berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peraturan khusus untuk Bali.

Tujuannya POJK khusus itu untuk memperpanjang masa restrukturisasi bagi pengusaha di Bali yang akan berakhir Maret 2023. 

"Karena jika POJK ini dihentikan di Maret 2023, itu pengusaha akan mengalami kesulitan, karena harus membayar iuran secara normal kembali," bebernya. 

"Sedangkan Bank Indonesia memaparkan, kenaikan ekonomi di Bali itu secara makro masih sangat lamban. Itu dibuktikan kedatangan maskapai asing yang terbatas, dan adanya perang di Ukraina, itu mempengaruhi market Bali. Jadi harapan kita restrukturisasi bisa diperpanjang khusus untuk Bali minimal sampai tahun 2025," imbuhnya. 

Kepala Penjaminan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Salomi Adriana di tempat yang sama mengemukakan, kunci permintaan pengusaha ada di tangan perbankan. 

"Bagaimana mereka (perbankan) percaya atau tidak memberikan tambahan modal kerja. Meskipun biasanya untuk mengatasinya, ketika ada potensi dari pelaku usaha, itu biasanya persetujuan perbankan juga, untuk menjelaskan dana keep yang mereka peroleh kalau menggunakan penjaminan pemerintah," sebutnya.

Dikatakan, pengusaha dan perbankan harus duduk bareng dalam mengeksekusi PMK Nomor 27 Tahun 2022. 

"Kalau PMK Nomor 27 Tahun 2022 syaratnya harus tambahan kredit modal kerja, jadi kalau existing tidak boleh. Sebenarnya syaratnya dengan PMK ini banyak hal direlaksasi. Jadi kalau satu, dua yang restrukturisasi boleh. Kemudian jumlah tenaga kerja yang dari awal 300, sekarang tinggal 20 kalau untuk horeka (hotel, restoran, dan kafe)," bebernya.

"Jadi sebenarnya dari sisi kriteria itu dipermudah di PMK 27 Tahun 2022. Di sisi LPEI sendiri, ketika kita jamin, kita agak menurunkan risk appetite kita. Jadi kalau existing debitur program biasa dia harus investment grade, untuk penjaminan ini di bawah investment grade juga kita masih mau jamin. Karena memang target market program ini adalah pelaku usaha yang mengalami kesulitan karena pandemi Covid-19," sambungnya. 

Salomi mengakui Bali memiliki potensi besar dari sisi horeka. 

Sayangnya sejauh ini belum ada pelaku usaha horeka di Bali yang mengajukan penambahan kredit modal kerja. 

Guna mendorong itu, LPEI dikatakan telah membahas ini dengan Bank Indonesia, perbankan, dan pelaku usaha.

Harapannya pelaku usaha horeka terdampak pandemi Covid-19, memanfaatkan kemudahan yang ditawarkan PMK Nomor 27 Tahun 2022.

"Kalau sekarang yang perlu didorong perbankan. Karena kita lihat perbankan Loan at Risk (LAR) nya tinggi sekali. Itu buat perbankan tidak mudah untuk memberikan tambahan modal kerja kepada klien-klien yang sekarang sudah masuk di LAR. Jadi memang harus kerjasama," pungkasnya.

Admin
Author : Admin

Kabardewata.com | Media cerdas dari Bali adalah media online independen, berintegritas dan terpercaya menjadi rujukan informasi oleh pembaca.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait