Hostel Tidak Berizin di Bali Rugikan Pariwisata

Hostel Tidak Berizin di Bali Rugikan Pariwisata

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali telah melaksanakan rapat kerja daerah (Rakerda) ke-IV, di Denpasar, Sabtu (2/2/2019). Banyak hal dibahas dalam kegiatan yang mengusung tema "Mewujudkan Standar Pariwisata Yang Berkualitas". Salah satunya soal eksistensi kepariwisataan ditengah menjamurnya akomodasi wisata di Pulau Dewata.

Wakil Gubernur yang juga Ketua PHRI Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengemukakan, perkembangan kepariwisataan tidak hanya memberikan dampak positif, melainkan juga membawa impact negatif. Dampak negatif itu diantaranya terbukti dari menjamurnya akomodasi wisata.

Hostel yang kini menyerbu Pulau Seribu Pura disebut telah memberikan kerugian besar bagi kepariwisataan. Selain itu pemerintah juga terpaksa kehilangan potensi pajak hotel dan restoran (PHR) akibat menjamurnya hostel tak berizin.

"Hostel tidak ada izinnya, saya yakin. Ini kan sudah pelanggaran peraturan daerah (Perda). Itu kan juga belum ada perda yang mengatur tentang hostel," ungkapnya kepada wartawan di sekretariat Bali Tourism Board (BTB).

"Ini akan menjadi masalah besar kalau tidak disikapi oleh para bupati dari sekarang, akan menjadi masalah besar ini. Ya mungkin kesadarannya belum sampai sana. Jadi belum berpikir ini suatu ancaman yang besar bagi pariwisata, bagi pendapatan Bali, begitu. Tetapi kami ingatkan ini akan menjadi masalah besar, kalau tidak segera ditata," imbuhnya.

Mantan Bupati Gianyar ini menyampaikan, beberapa daerah yang menjadi sentra pariwisata telah dimasuki hostel. Diantaranya Seminyak serta Kerobokan (Kabupaten Badung), dan Ubud (Kabupaten Gianyar). Tidak sebatas mengemplang PHR, keberadaan hostel dikatakan menimbulkan persaingan yang kian tidak sehat.

"Karena dulu homestay dia punya segmen pasar sendiri yang harganya Rp300.000 atau Rp400.000. Saya mencontohkan didaerah saya sendiri di Ubud. Ketika pangsa pasar Rp300.000 sampai Rp400.000 ini direbut oleh hotel bintang tiga, dia lari kesana. Sekarang homestay menurunkangradenya dia menjadi hostel. Satu kamar diisi dipan empat. Kamarnya orang homestay kan luas-luas kamarnya. Mereka tetap mendapat Rp300.000 perkamar, cuma penghuninya empat orang sekarang, atau enam orang penghuninya. Ini yang terjadi pergeseran," ujarnya.

Menyikapi itu, Pemerintah Provinsi Bali akan segera menata tata niaga pariwisata. Karena jika dibiarkan, kondisi itu berpotensi menurunkan kualitas kepariwisataan Bali. Padahal, dibawah pimpinan Gubernur, Wayan Koster, pemerintah mencanangkan Bali sebagai destinasi wisata internasional yang berkualitas. Langkah nyata pemerintah disebut Cok Ace melalui regulasi yang khusus mengatur soal tata niaga sektor kepariwisataan.

"Itu yang sedang kita pikir, karena perizinan ada di Provinsi. Makanya satu pulau satu tata kelola, inilah yang kita kelola diatas nanti. Ketika kita memetakan Bali secara keseluruhan, secara utuh, ada kemungkinan kita disana bisa masuk," pungkasnya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait