Denpasar-Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali menyelenggarakan talkshow
Acara ini bertujuan untuk memberikanpengetahuan
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Rizki Ernadi Wimanda menyampaikan bahwa kegiatan talkshow ini merupakan bagian dari kegiatan BJCW2021 yang selaras dengan kegiatan flagship Bank Indonesia yaitu Karya Kreatif Indonesia (KKI) yang mengangkat tema “Sinergi, Globalisasi, dan Digitalisasi UMKM dan Sektor Pariwisata”. Rizkimemamparkan
Pemberlakuan PPKM darurat di bulan Juli memperparah penurunan penjualan menjadi 73%. Sebagian besar (39%) mengalami penurunan antara 20-50%. Hasil survey juga menyatakan bahwa penggunaan e-commerce dalam penjualan produk ke luar negeri juga masih minim. Hanya 11% yang memanfaatkan e-commerce lokal dan hanya 2% yang memanfaatkan e-commerce
Namun demikian, penurunan ini tidak berpengaruh terhadap UMKM dengan produk berorientasi ekspor khususnya Kopi. Indonesia menduduki peringkat ke-3 pengekspor kopi terbesar setelah Brazil dan Vietnam, serta produsen kopi terbesar ke-4 di dunia. Selain itu, Balai Karantina Pertanian Denpasar mencatat ekspor biji kopi Bali pada 2020 mengalami peningkatan cukup signifikan hingga 47% (yoy). Oleh karena itu, Rizki berharap kegiatan ini dapat memberikan pengetahuan kepada UMKM lokal terkait tren pasar dan standar yang diperlukan untuk mulai bisa mengekspor produk kopi, khususnya ke pasar Eropa dan Australia.
Beberapa penggiat ekspor di Eropa dan Australia yang hadir sebagai narasumber pada talkshow ini yaitu Mery Indriasari (Atase Perdagangan Brussel), Ayu Siti Maryam (Kepala ITPC Sydney), dan Pranoto Soenarto (Wakil Ketua Umum AEKI). Mery menjelaskankeuntun
Pemasaran sebuah produk tidak hanya ke satu negara saja, tetapi juga ke beberapa negara di Uni Eropa. Untuk itu, produk yang ingin dipasarkan harus berdaya saing tinggi, terstandarisasi dan mengikuti tren perkembangan dimana produk yang digemari konsumen Eropa saat ini adalah produk yang ramah lingkungan dan sehat.
Melanjutkan penjelasan narasumber sebelumnya, Ayu Siti Maryam menjelaskan bahwa secara umum, pasar di Eropa dan Australia lebih menyukai impor biji kopi karena mereka sendiri yang akan memanggang biji kopi sesu
Hal ini sekaligus untuk melindungi tenaga kerja lokal. Oleh karena itu, bea masuk kopi roasted lebih tinggi dibanding biji kopi.
Ayu menambahkan bahwa peluang ekspor kopi ke Australia sangat terbuka lebar karena bea masuk yang dikenakan sebesar 0%dan sebagian besar masyarakat Australia lebih gemar minum kopi yang dijual di kedai kopi kecil. Kopi Indonesia sangat diminati oleh penduduk Eropa dan Australia karena kualitasnya lebih tinggi,meskipun harganya lebih mahal dibanding kopi Brazil dan Columbia. Untuk itu, petani kopi Indonesia harus percaya diri untuk dapat mengekspor ke negara-negara tersebut.
Senada dengan kedua pemateri sebelumnya, Pranoto Soenarto berharap talkshow ini dapat meningkatkan pengetahuan dan minat para pelaku UMKM, khususnya produk kopi untuk melakukan ekspor, serta mengajak stakeholder terkait untuk membantu para pelaku UMKM lokal dalam memasarkan produk-produknya.
Tuangkan Komentar Anda