BPJS Ketenagakerjaan, Syarat Pencairan JHT Minimal Peserta 10 Tahun Ini Penjelasannya

BPJS Ketenagakerjaan, Syarat Pencairan JHT Minimal Peserta 10 Tahun Ini Penjelasannya

Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), maka per tanggal 1 Juli 2015, UU No. 3 Tahun 1992 tidak berlaku lagi. Pada UU No. 40 pasal 37 ayat 1-5 dan Peraturan Pemerintah (PP) pada Juli 2015 ini mengamanatkan bahwa ada ketentuan baru untuk Jaminan Hari Tua (JHT) di BPJS Ketenagakerjaan. Ketentuan itu menjelaskan bahwa syarat pencairan JHT minimal kepesertaan 10 tahun kerja dan tidak lagi 5 tahun layaknya Jamsostek selama ini.

Hal ini dibenarkan oleh Tonny Widijo selaku Kepala Cabang Bali-Denpasar, saat ditemui di kantornya, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar, Ia mengatakan, bahwa memang benar adanya JHT baru bisa dicairkan setelah bekerja selama 10 tahun, tidak lagi 5 tahun plus 1 bulan seperti saat BPJS Ketenagakerjaan bernama Jamsostek. “Memang banyak masyarakat yang datang menanyakan ini kepada kami, karena kami pun baru dapat suratnya di akhir Juni 2015, sehingga belum sempat mensosialisasikannya,” ujarnya.

Lanjutnya, dari filosofi  UU No. 3 Tahun 1992 mengenai jaminan sosial tenaga kerja, juga mengatur adanya JHT saat usia 55 tahun. Kemudian pengambilan JHT kala itu, minimal 5 tahun dengan masa tunggu 6 bulan. “Kemudian saat krisis ekonomi tahun 1997/1998, berubah lagi dan akhirnya JHT diberikan 5 tahun dengan masa tunggu 1 bulan saja,” katanya. Namun menurut Tonny sapaan akrabnya, ketika perekonomian mulai berjalan baik, maka seharusnya peraturan dikembalikan ke awal. Mengingat kata dia, dalam perjalanannya ternyata banyak yang menyiasati dengan mengambil JHT pada 5 tahun setelah keluar kerja.

“Nah dari sinilah, akhirnya filosofi untuk hari tua tidak ada, karena sudah diambil dulu. Karena filosofi tidak ada itu, maka orang semakin tua semakin tidak punya apa-apa dan menderita. Kemudian pemerintah berinisiatif untuk mengantisipasi itu, dengan melahirkan UU No. 40 Tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial nasional,” katanya.

Undang-undang ini mengatur masalah kesejahteraan semua masyarakat di Indonesia, yang seharusnya sudah diberlakukan pada tahun 2004. “Namun pemerintah di sini berhenti dulu dan masih digodok dulu untuk penyempurnaan,” katanya.

Setelah itu, dengan adanya UU No. 24 tahun 2011 yang menunjuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial/BPJS oleh pemerintah, yakni BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Maka program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian diurus oleh BPJS Ketenagakerjaan dan beroperasi full pada 1 Juli 2015. “Nah ternyata di tahun 2011 belum berjalan, akhirnya di Januari 2014 BPJS Kesehatan dulu yang berdiri dan langsung operasional, sementara BPJS Ketenagakerjaan berdiri tapi belum penuh beroperasi karena programnya masih tiga itu. Operasi penuhnya pada tanggal 1 juli 2015 ini ditambah 1 program lagi yakni pensiun, jadi masyarakat pekerja atau pelaku ekonomi terlindungi semuanya,” katanya.

Kemudian, per 1 juli 2015 kemarin, UU 40 Pasal 37 Ayat 3 menyebutkan bahwa pengambilan JHT bisa diambil minimal kepesertaan 10 tahun dengan pengambilan pertama sebesar 10 persen untuk keperluan pribadi atau 30 persen untuk keperluan perumahan. “Nah masyarakat tinggal memilih satu diantaranya, mau yang 10 persen atau 30 persen.

Sisanya akan diambil ketika dia pensiun sekitar usia 55-56 tahun, sehingga usia 56 tahun pekerja ini benar-benar bisa menikmati hari tua dengan tenang dan tidak sengsara,” katanya. Tonny menegaskan tidak ada istilah uang hilang atau hangus, karena sisanya yang 90 persen akan dikembalikan utuh setelah waktu yang ditetapkan tanpa administrasi. “Tidak ada istilah hangus, dana ini akan kami kembangkan untuk masa tua mereka hingga usia 56 tahun saat pensiun dan ketika itu, mereka akan mendapatkan haknya penuh,” katanya.

Ia pun mengatakan, dana yang dikembangkan itu akan mendapatkan bunga di atas rata-rata bunga bank. “Bahkan di bulan Juni 2015 saja, bunganya sekitar 9,13 persen di atas BI rate yang 7 persen. Bahkan kalau akhir tahun biasanya bunga ini akan meningkat hingga 2 digit dan selama masa pengembangan tidak ada yang namanya administrasi dan pajak, semuanya dikembalikan penuh langsung kepada peserta,” imbuhnya. Tujuan regulasi ini, kata dia, adalah agar hari tua peserta BPJS Ketenagakerjaan nanti bisa dinikmati dan bukan dihabiskan secara konsumtif.

“Ini juga agar masyarakat tidak menyamakan BPJS Ketenagakerjaan dengan perbankan yang pada umumnya bisa mengambil uang dalam periode tertentu, ini benar-benar untuk hari tua kita,” ujarnya.

Lebih lanjut, Tonny menjelaskan bahwa iuran JHT diperoleh dari potogan 2 persen dari tenaga kerja dan 3,7 persen dari gaji yang dilaporkan, merupakan subsidi yang ditanggung oleh perusahaannya. “Masalahnya masih banyak juga perusahaan yang belum bergabung dengan BPJS Ketenagakerjaan, karena mereka menganggap hal ini akan menambah cost atau biaya perusahaan  hingga 3,7 persen,” ujarnya.

Syarat untuk pengambilan JHT adalah NIK, KTP, KK dan kartu BPJS Ketenagakerjaan, serta mengisi formulir dan pengalaman kerjanya. Apabila syarat administrasi ini lengkap, hari itu juga dana JHT bisa dicairkan. “Kita punya target 30 menit pelayanan dengan syarat datanya komplit. Jika ingin memeriksa saldo juga bisa lewat website, aplikasi di android dan Ios serta BB, nanti kita juga akan berikan melalui e-kios atau lewat e-ktp juga bisa dan bahkan bisa menggunakan sms. Jadi semuanya transparan tidak ada yang dirampok,” tegasnya lagi.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait