Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 12

Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian  12

heyy...apa yg terjadi? lo baik-baik aja kan?!" gue gedor pintunya berkali-kali. "buka pintunya!"

panik. berapa kali pun gue memutar handle pintu itu bergeming. tidak ada respon dari orang di dalam. hanya suara tangisnya yg kini lenyap.

"minggir.." Indra memasang kuda-kuda. gue menepi dan kemudian dia menghempaskan tubuhnya ke pintu berusaha mendobraknya.

"aaaaarrggggh..." suara Indra terdengar miris. dia terhuyung mundur sambil pegangi kaki kanannya yg kesakitan akibat benturan tadi.

"ah lo belagak di film laga aja," komentar gue. aneh memang di saat seperti ini gue pengen ketawa.

cairan merah di bawah pintu masih menjalar sampai nyaris menyentuh ujung kaki gue. gue gedor lagi pintunya. tetap tidak ada jawaban.

"bongkar aja jendelanya," Indra mengusulkan. "nih ambil obengnya di bagasi motor gue."

dengan gelagapan gue menangkap kunci yg dilemparnya. bergegas gue turuni tangga menuju tempat parkir di bawah. bukan tempat parkir khusus memang, hanya halaman kosong yg cukup luas di depan bangunan kamar-kamar ini.

"lagi ngapain lo Ri sama motor gue?" seorang penghuni kamar di bawah muncul ketika gue bersikeras memutar kunci bagasi salahsatu motor di sana.

"gue mau ambil obeng punya Indra, tapi kok nggak kebuka-buka ya dari tadi?" gue sedikit menggerutu.

"jelas nggak bisa. itu kan R* King gue? punya Indra mah yg itu tuh, yg plat nya 'W'."

"upz, sorry bos. gue buru-buru soalnya."

dan semenit kemudian gue sudah berlari lagi menaiki tangga menuju lantai atas. sempat terpeleset dua kali, gue tiba di sana tepat sesaat setelah Indra terhuyung lagi. rupanya dia masih berusaha mendobrak pintu.

"minggir," giliran gue yg beraksi. dengan cekatan gue berhasil melepas engsel jendela kurang dari dua menit.

jantung gue berdebar menebak-nebak apa yg akan gue lihat di balik jendela ini. ada sebuah gorden warna merah terpasang di lubang jendela. bersama Indra gue turunkan daun jendela dan menyandarkannya ke tembok.

"lo aja yg masuk, gue nggak bisa lompat," kata Indra.

nggak butuh instruksi yg ke dua kali buat gue menyibak gorden merah itu dan bau amis langsung menyeruak menusuk hidung. gue sibakkan lebih lebar sementara mata gue terperangah menatap pemandangan di dalam ruang kecil berukuran nggak lebih dari 4x4 meter itu.

sebuah ruangan dengan pencahayaan redup dari bohlam kuning yg kusam yg tergantung di atap. keadaannya nyaris gelap dan gue harus memicingkan mata supaya bisa melihat lebih jelas. sampai akhirnya mata gue bisa beradaptasi dengan kegelapan di dalam sana tangan gue meraba pintu dan membuka gerendelnya.

gue dan Indra segera masuk ke kamar pengap itu. yg pertama menarik perhatian gue adalah bercak darah di depan pintu, yg tadi mengalir keluar lewat celah sempitnya. nampak seperti bekas diseret dan tetesan-tetesannya menitik menuju ruangan yg lebih kecil di sana, kamar mandi. gue dan Indra saling pandang. rasanya kali ini pikiran kami sejalan. maka buru-buru kami buka pintu kamar mandi dan.....baru kali ini gue melihatnya!!

perempuan itu setengah bersandar pada bak mandi kecil di sana. dia mengenakan pakaian lengkap plus kaos kaki merah, ups itu bukan kaos kaki merah. itu darah!!

darah yg mengalir deras hampir menutupi kedua betisnya. kedua telapak tangan perempuan ini juga bersimbah darah. dan di samping tubuhnya ada sebuah belati kecil berlumuran cairan merah.

gue nyaris muntah melihat ini semua. tubuh gue bergetar lebih cepat dari detakan jantung gue.

penampilan perempuan itu sangat mengenaskan. dengan sebagian rambut panjangnya yg menutupi wajah, gue masih bisa mendengar dia terisak pelan menahan sakit.

"gotong dia keluar," kata Indra.

baru saja gue hendak meraih punggungnya ketika tiba-tiba dia mengambil belati dan mengacungkannya tepat di wajah gue.

"jangan sentuh gue!!" teriaknya parau. melengking dan tercekat. mengerikan untuk didengar.

gue diam. Indra juga diam. menunggu apa yg mungkin terjadi.

"keluar kalian!" teriaknya lagi tetap dengan pisau yg teracung di wajah gue.

"tenang Mbak...kita nggak ada maksud apa-apa kok," gue coba berdiplomasi.

"kalian brengsek!! kalian sama aja dengan mereka!!" dia menangis. lebih kencang. sambil tangan yg memegang belati dipukul-pukulkan ke dinding bak mandi. ada kengerian sendiri saat mendengar tiap helaan nafas yg dia lakukan.

"lebih baik kalian pergi..." suaranya lebih rendah sekarang.

gue dan Indra saling pandang. lalu seolah dikomando, gue cekal pergelangan tangannya dan sebisa mungkin gue lepas belati di genggamannya. bunyinya bergemerincing saat mata pisau beradu dengan lantai. perempuan itu sempat memberontak tapi tenaganya yg lemah menjadi sia-sia melawan kami.

dengan kaki dan tangan yg masih kejang-kejang memberontak dia berusaha melepaskan diri. untung tangan gue berhasil menutup mulutnya mencegah dia berteriak menarik perhatian yg lain.

"bawa ke kamar gue dulu," kata Indra. "biar nggak memancing keributan."

dan walau susah payah beberapa saat kemudian kami berhasil memindahkannya ke atas kasur di kamar Indra...


Ditayangkan sebelumnya dari situs haha.hehe
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait