Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 11

Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 11

 

gue pandangi coretan di kertas kecil di tangan gue. sudah dua hari ini gue sering menatap berlama-lama deretan angka itu meski tanpa hasil apapun. dua hari yg lalu saat gue ke kantor Polsek gue mendapat informasi tentang identitas pelaku tabrak lari Echi. salahsatu saksi berhasil menghafal plat nomor sepeda motor yg melarikan diri itu.

sebuah sepeda motor Me*a P*o berplat nomor N 6689 M. untuk identitas pelakunya, sayang belum ada kejelasan karena saat kejadian si pelaku menggunakan helm full face dan jaket kulit serta celana jeans hitam sehingga cukup menutup ciri-ciri fisiknya. yg pasti dia memiliki tinggi badan se Indra lah..lumayan tinggi. pihak Polisi sedang melacak keberadaan kendaraan asal kota Malang itu (huruf N adalah kode nopol Malang).

hal ini juga menjadi ironi sendiri buat gue. dimanapun gue berada, setiap gue melihat sepeda motor melintas gue jadi selalu tertarik untuk memperhatikan plat nomornya. siapa tau si pelaku kebetulan lewat di depan gue, kan bisa langsung gue hajar tuh orang. tapi gue jadi nggak tenang. gue selalu merasa si pelaku bisa muncul kapan saja, maka sekali gue lengah gue akan kehilangan dia. dan sore ini gue duduk di tembok balkon kamar gue memandang kendaraan yg lalu lalang di bawah. entah sudah berapa ratus kali gue membaca plat nomor kendaraan yg gw lihat sejak mendapatkan informasi dari Polisi.

"berdoa aja semoga si pelaku lewat terus nyapa lo," kata Indra yg tiba-tiba muncul di belakang gue sambil menenteng gitar.

gue tersenyum kecut.

"ayolah bro...almarhum Echi udah tenang di sana. jangan bikin dia sedih dengan tangisan kita," Indra coba menghibur.

"lo nggak tau sih gimana rasanya.." sahut gue lirih tanpa menoleh ke arahnya.

"oke gue gak tau gimana rasanya kehilangan pacar dg cara seperti ini, tapi gue tau rasanya kehilangan sahabat," Indra duduk di sisi lain tembok. "waktu sekolah dulu gue emang nggak terlalu deket sama Echi, malah lebih cocok disebut Tom and Jerry daripada sahabat. tapi gue beruntung sekolah di Surabaya, gue jadi kenal sama dia."

"emang lo aslinya darimana?"

"gue lahir dan tumbuh di Sidoarjo. tapi pas SMA gue ikut Pakde gue di Surabaya sampe lulus kuliah, baru kerja di sini."

"wah selama ini gue kira lo arek-arek Surabaya asli."

"weleh weleh...koe nang endi wae toh le...le...." dia geleng kepala lalu tertawa.

"kaki lo gimana, udah sembuh?"

"yaah lumayan lah udah bisa lari sedikit sedikit."

gue kembali diam melamun. pikiran gue menerawang membayangkan Echi lagi. ah, betapa sakitnya rasa ini. gue akan membalasnya Chi, begitu gue ketemu pelaku tabrakan itu, gue akan membalaskannya! gue bersumpah gue akan buat perhitungan dengan dia!! bukankah hutang nyawa harus dibayar nyawa juga???

"kadang nggak semua pembunuh itu dihukum mati," kata Indra seolah bisa membaca yg ada di pikiran gue saat ini. "hutang nyawa memang layak dibalas nyawa, tapi bukan kita yg pantas membalasnya. ada yg lebih berwenang menentukan balasan yg tepat. kalau dirasa balasan dari lembaga hukum kurang memuaskan, kita selalu punya Tuhan sebagai harapan. Dia yg tau segalanya."

gue diam mendengarkan advice nya itu. kalau saja bukan seorang sahabat baik yg bicara, sudah pasti gue akan tolak mentah-mentah paradigma nya tentang hukuman Tuhan. gue yakin sore ini akan jadi debat yg menyenangkan. tapi gue menghormati Indra. pikiran gue lagi keruh, gue nggak mau menambah keruh lagi dengan debat kusir yg sia-sia.

dua minggu sudah berlalu sejak kecelakaan naas itu. dan Indra kerap men support gue supaya cepat bangkit dari keterpurukan karena kehilangan Echi. gue tau dia pasti iba melihat gue yg akhir-akhir ini jadi pemurung. he's my best friend. thanks guys gue nggak tau apa jadinya gue tanpa elo, mungkin gue udah nyusul Echi kali yaa...

"pinjem pick punya elo dong Ri," suara Indra membuyarkan lamunan gue.

"lah..bukannya lo punya pick kesayangan yg selalu lo bawa kemana-mana itu?"

Indra memang punya sebuah pick bertandatangan Ahmad Dhani personil grup band Dewa19. pick itu didapatnya waktu masih aktif di fans club nya Dewa19 semasa kuliah dulu. sekedar info, Indra memang fans berat sama grup band itu.

"gue lupa naro dimana. lo punya kan? gue nggak biasa gitaran pake jari doang."

gue merogoh saku jeans dan mengeluarkan sebuah pick berwarna orange. pick murahan yg gue beli di toko pinggir jalan. Indra mengambilnya dan kemudian mulai memetik gitar di tangannya.

gue pikir gue akan menghabiskan sore itu dengan mendengarkan Indra bernyanyi, tapi kami sama-sama terdiam saat mendengar suara itu.

"suara cewek nangis!" kata Indra.

"dari kamar itu," gue menunjuk kamar seberang. kamar wanita berkaos kaki hitam..

suaranya jelas. bukan hanya desiran angin, tapi benar-benar nyata seperti yg pernah gue dengar. gue beranikan diri mendekat dan mengetuk pintunya.

"Ri, itu..." Indra menunjuk bawah kaki gue.

dari celah sempit di bawah pintu kamar, ada sesuatu keluar mengalir. cairan berwarna merah. merah pekat dan kental...

DARAH.....!!!!!


Ditayangkan sebelumnya dari situs haha.hehe
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait