Chapter 1 : Rumah Bekas Kuburan Belanda

Chapter 1 : Rumah Bekas Kuburan Belanda

Dulu, aku tinggal di sebuah rumah yang cukup besar. Terlalu besar mungkin untuk tinggal berdua dengan ibuku. Luasnya 1000m2. Kami hanya tinggal berdua dengan satu orang pembantu dan seorang suster untukku. Usiaku masih 6 tahun dan aku adalah anak tunggal sehingga aku butuh teman bermain. Ibuku adalah seorang arsitektur yang tak hanya membangun rumahku, tetapi juga rumah sebelah. Ketika itu rumah sebelah sudah terjual dan yang membeli seorang Pak Haji dengan istrinya. Karena kami cukup akrab, aku memanggil mereka dengan sebutan “Papa Aji dan Mama Aji”. Maklum ibuku sering pergi kerja dan pulang sore sehingga aku lebih sering bermain dengan mereka. Rumahku saat itu terbilang cukup angker karena banyak sekali penampakan dan karena aku masih kecil aku tidak begitu mengerti dan yang sering diganggu adalah ibuku. 

Suatu hari, Ibuku sedang pergi bekerja. Pembantuku sedang membersihkan pekarangan depan sehingga aku hanya berdua dengan susterku. Kami memutuskan ke pekarangan belakang. Di belakang rumahku terdapat banyak pohon buah, ada mangga, jambu, jeruk dan macam-macam tanaman lainnya. Terdapat juga sebuah kolam ikan yang cukup besar dan diatas kolam ikan tersebut terdapat teraso. Disamping kolam ikan terdapat pintu jeruji besi yang menghubungkan rumahku dengan rumah sebelah. Di pintu itulah aku, susterku dan Papa Aji sedang mengobrol. Kami asik mengobrol sampai kira-kira pukul empat.

Tiba-tiba aku mendengar suara mobil dari pekarangan depan dan suara ibuku memanggil. 
“Cilla! Via!”. Itulah yang kudengar. Suaranya sangat jelas. Via adalah nama susterku. Kami langsung berlari ke depan untuk menyambut sang ibu. Tetapi ketika kami sampai depan rumah, kami melihat pekarangan kosong. Tidak ada mobil. Hanya semen tertumpuk di samping rumah karena rumahku masih dibangun. Aku dan susterku berpandangan.

“Sus, tadi denger mama pulang kan?” tanyaku.
“Iyah, tadi manggil kan ya?” tanya susterku balik.
“Tadi suara mama jelas banget kok” kataku dan susterku mengangguk.

Kami kebingungan dan memutuskan untuk kembali masuk dan langsung menuju pintu belakang. Papa Aji masi menunggu disana.

“Papa Aji tadi denger suara mama manggil ga?” tanyaku.
“Nggak.” jawabnya sambil menggelengkan kepala.
“Loh tadi yang manggil siapa?” tanya kami kebingungan. Papa Aji hanya tersenyum. Maklum istrinya dapat melihat apa yang ada dirumahku. Nanti akan kuceritakan semuanya apa yang ada dirumahku. Sesuai dengan pengalaman kami tinggal dirumah tersebut.

Malam begitu dingin. Kami sudah terlelap dibawah selimut masing-masing. Tepat jam 12.05, ibuku terbangun. Ia membuka mata perlahan dan dilihatnya langit-langit kamar yang gelap. Sayup-sayup terdengar suara berisik dibawah, panci yang jatuh dan suara orang memasak. Ibuku bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur. Kamar kami terletak di lantai atas, dan tangga agak melingkar. Agak jauh untuk menuju dapur.

“KREKK” suara lantai kayu kami menambah suasana horornya. Ibuku turun ke bawah. Suara berisik didapur semakin jelas seperti orang yang sedang memasak. Dingin menusuk tulang, dan sesampainya di dapur semua terlihat gelap. Ibuku menyalakan lampu dapur. Kosong. Tidak ada siapapun yang menggunakan dapur. Kamar pembantu kami berada di samping dapur, keduanya sedang terlelap. Kejadian malam itu tak hanya terjadi sekali. 

Keesokan malamnya, tepat jam 12.05, Ibuku kembali terbangun. Kali ini ia mendengar suara air gemericik dari kamar mandi disebelah tangga. Namun, karena takut ia berusaha kembali tidur.

“Eh, siapa sih yang mandi malam-malam”? tanya ibuku keesokan paginya ke dua pembantuku. Mereka bertatapan.
“Ga ada yang mandi kok bu.” jawab suster. Hal ini terjadi beberapa kali dan suaranya juga beragam. Ada suara menyapu, bernyayi, dan lainnya. Dan semuanya terjadi tepat pukul 12.05 tengah malam.

Ketika tinggal dirumah ini, mata bathinku hanya sesekali terbuka. Ketika itu aku sedang bermain ayunan di teras. Aku ingat jam 7 malam. Di depan rumahku terdapat tumpukan pohon bambu yang melingkar. Semuanya gelap karena belum ada lampu taman. Tetapi dalam kegelapan tersebut aku melihat ada sesosok perempuan berbaju putih panjang berdiri di depan pohon. Ia memainkan rambutnya, tetapi ia tidak mempunyai wajah. Wajahnya rata putih pucat. Aku berlari ke dapur. Melihat kedua pembantuku sedang memasak dan berdiam disana sampai mereka mengantarkan makanan keluar.

Tak hanya aku dan ibuku, dulu kami mempuyai supir bernama Yanto. Ia mempunyai kamar di samping garasi yang terpisah dari rumah utama, disamping pagar. Kamarnya cukup besar. Ketika ia tidur, ia mendengar suara ketukan pintu. Ia terbangun dan keluar, siapa tau ada sesuatu yang darurat terjadi di dalam rumah. Tetapi ketika ia membuka pintu, tidak ada orang. Lampu di depan pintunya berkedip dan redup sedangkan sisanya gelap gulita. Ia kembali ketempat tidur. Namun, tak berapa lama, pintu kembali diketuk. Dengan perasaan ragu, Yanto kembali membuka pintu. Tak ada siapapun. Seakan sudah terbiasa dengan hal ini, ia kambali tidur. Selang sekitar 5 menit, pintu kembali di diketuk. 

“WOIIIII GUE MAUU TIDURRR...!! JANGAN GANGGUUU!!” Kata Yanto dengan perasaan kesal.

Tak hanya kejadian seram. Rumahku sudah terkenal angker disana. Banyak tetangga yang lewat mengatakan bahwa mereka sering melihat kuntilanak berada di depan pagar. Maka, tidak ada yang berani lewat rumahku kalau hari sudah gelap. Suatu kali, supirku, Yanto sedang duduk di depan kamarnya. Pagar rumahku terbuat dari papan kayu bercelah, tetapi tidak terlalu besar celahnya sehingga hanya bisa melihat sama-samar. Yanto mulai berpikiran iseng. Ketika ada orang lewat, Yanto bersiul. Siulannya kencang dan jelas. Spontan orang yang lewat langsung berlari kencang dan berteriak. Yanto tertawa, dan kami juga tertawa mendengar ceritanya. Mereka tidak tahu kalau kami mengalami hal-hal yang lebih meneggangkan.

Kejadian 12.05 tak hanya berupa suara-suara beraktivitas. Suatu kali ibuku terbangun, dan ia berusaha bergerak. Badannya sangat berat dan tidak dapat bergerak, bahkan menutup matapun tidak bisa. Ia berusaha berbicara, tetapi tidaka ada suara yang keluar. Orang sering bilang ini ketindihan, tetapi ini berbeda. Tak lama ibuku melihat sosok. Sosok 4 orang dengan baju layaknya pak Haji dengan jenggot putih panjang berdiri di samping kasurnya. Seakan mereka hanya ingin diketahui keberadaannya, mereka hanya terdiam. Jantung ibuku berdetak keras dan rasa takut bergelut tetapi ia pasrah karena berontakpun tidak bisa. Setelah sekitar 10 menit, mereka menghilang dan ibuku seakan pingsan, tetapi kembali tertidur tanpa dia sadari.

Yang paling aneh terjadi dalam rumahku adalah saat itu menjelang natal. Tetapi sebulan sebelumnya, aku jatuh sakit. Badanku panas dan tidak kunjung turun. Aku bahkan tidak dapat bangun dari tempat tidurku dan absen dari sekolahku cukup lama. Aku hanya bisa makan bubur dan puding. Makanan yang tidak perlu aku kunyah. Hampir sebulan aku di tempat tidur. Wajahku pucat dan semakin kurus. Ketika natal semakin dekat, aku ingin sekali menghias pohon natal. Saat itu kami belum tau beribadah, aku yang membawa ibuku untuk beribadah nanti, tetapi kami tetap memasang pohon natal dirumah. Agak tertatih aku berjalan dan menaiki tangga. Pohon natalku dulu besar, hingga untuk menghiasnya membutuhkan tangga. Tetapi tepat sehari sebelum natal, panasku turun dan aku sudah bisa makan nasi. Sungguh sebuah keajaiban natal. Setelah itu, kami pindah dari rumah itu. Rumah itu dijadikan gudang, tempat produksi, dan tukang yang menginap.


Ditayangkan sebelumnya dari situs HotPinkCilla
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait