Villa Ilegal Masih Menjadi PR di Badung

Villa Ilegal Masih Menjadi PR di Badung

Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Badung, Tjokorda Raka Darmawan mengingatkan kembali para anggota BVA, untuk bersama-sama pemerintah dalam menyelesaikan Pekerjaan Rumah (PR) yang selama ini terjadi seiring perkembangan usaha Villa di Kabupaten Badung. PR terbesar yang ada menurutnya adalah keberadaan villa atau pondok wisata bodong alias ilegal, yang banyak beroperasi. Ia memperkirakan, dari 700-800 unit villa di Kabupaten Badung, 30% diantaranya beroperasi secara ilegal.

"Pada momentum ini saya ingatkan kembali masalah usaha villa yang masih terjadi di Badung, khususnya untuk keberadaan usaha villa yang tidak berijin. Karena kalau kami memperkirakan, jumlah villa ilegal di Badung mencapai 30% dari 700 sampai 800 unit villa yang beroperasi," tegasnya disela-sela 100-an anggota Bali Villa Association (BVA) ambil bagian dalam Fun Day, dalam rangka HUT ke-10 Asosiasi Villa Bali di Pantai Petitenget, Sabtu (14/5/2016). Selain mengikuti jalan sehat, para peserta juga melakukan aksi bersih-bersih pesisir pantai dalam kegiatan tersebut.

Tjokorda Raka Darmawan menilai, keberadaan villa bodong selain tidak berkontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), juga dapat memberikan preseden buruk terhadap sektor kepariwisataan. Alasannya, karena sebagian besar villa bodong itu belum menerapkan standarisasi keamanan yang sudah ditetapkan oleh kepolisian.

"Selain tidak membayar pajak tentunya, keberadaan villa ilegal ini juga memiliki keriskanan dari sisi keamanan. Karena rata-rata villa ilegal, tidak menerapkan standarisasi keamanan yang ditetapkan kepolisian," ungkapnya. 

Ketua BVA, Made Mangku Suteja pada kesempatan yang sama mengakui, keberadaan villa bodong masih menjadi PR terbesar, khususnya dikawasan Bali Selatan. Dikatakan, Pemerintah dapat mengatasi permasalahan yang terjadi dengan mengacu pada standarisasi usaha villa yang sudah diterbitkan Kementrian Pariwisata, ditunjang dengan Peraturan Bupati Badung dan Peraturan Walikota Denpasar.

"Pemerintah dapat menertibkan villa itu dengan tiga aturan yang sudah ada, yaitu dengan standarisasi usaha villa yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata nomor 29 tahun 2014, yang ditunjang dengan Peraturan Bupati Badung dan Peraturan Walikota Denpasar," katanya. 

Made Mangku Suteja lebih lanjut mengatakan, dalam standarisasi usaha villa itu, Kementrian Pariwisata mewajibkan pengusaha memenuhi 3 aspek, meliputi produk, pelayanan dan pengelolaan. Namun selama ini banyak pengelola yang belum memenuhi 3 aspek itu, menerabas aturan dan menjual produk mereka dengan embel-embel villa. Kedepan dengan modal 3 peraturan itu, diharapkan pelaksana tugas dilapangan dapat lebih tegas dalam menindak seluruh pengelola villa bodong di Bali, khususnya di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

"Dalam aturan itu kan sudah jelas ya aspek apa saja yang mendasari usaha villa. Nah dengan demikian pelaksana tugas pemerintah dilapangan tentu dapat dengan mudah menindak, jika menemukan usaha villa yang tidak sesuai, apalagi yang tidak mengantongi perijinan. Kalau untuk anggota Bali Villa Association, saya yakin semua sudah memenuhi 3 aspek yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Pariwisata itu," tambahnya.


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait