Bapeten Kaji Pengawasan Pemanfaatan Fasilitas Radiasi dan Sumber Radioaktif

Bapeten Kaji Pengawasan Pemanfaatan Fasilitas Radiasi dan Sumber Radioaktif

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) mengglar expert mission untuk mengkaji Peraturan terkait Keselamatan Fasilitas Radiasi dan Sumber Radioaktif. Pertemuan yang dihadiri tenaga ahli dariInternational Atomic Energy Agency (IAEA), Dr. Geoff Williams, dan Dr. Peter Thomas itu berlangsung di Kuta, selama 4 hari (12 - 15 Februari 2018).

Direktur Pengaturan dan Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Bapeten, Yudi Pramono kepada wartawan, di Kuta (12/2/2018) menjelaskan, expert mission merupakan tindak lanjut dari misi IAEA dalam rangka mengkaji peraturan terkait pengawasan sumber radioaktif dan bahan nuklir serta instalasi nuklir. Fokus pada kegiatan ini menurutnya adalah topik kesehatan, yang dikaitkan dengan pemanfaatan fasilitas radiasi dan sumber radioaktif dalam dunia medis.

"Bahwa kegiatan ini adalah tujuannya untuk menilai bagaimana peraturan keselamata nuklir itu diimplementasikan di Indonesia. Ada tahap-tahap, atau standar-standar yang harus dipenuhi, sehingga kita bisa memiliki standar yang sama dengan negara-negara yang lain, apa-apa good practicenya, apa rekomendasinya, apa saran yang harus dilaksanakan," jelasnya.

Direktur Pengaturan dan Pengawasan Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Bapeten, Ishak pada kesempatan yang sama menambahkan, expert mission ini juga untuk menyikapi IAEA-IRRS Mission yang telah dilaksanakan sejak tahun 2015. Program itu mengakomodir sejumlah rekomendasi, diantaranya perbaikan dibidang medis, terutama dalam pengolahan limbah radioaktif.

"Disamping itu juga akan membahas tentang implementasi dari regulasi tersebut, dalam hal ini implementasi dari kegiatan-kegiatan inspeksi maupun dari proses perizinan yang kita lakukan pada saat ini," katanya.

Sementara Kepala Bapeten, Prof. Dr. Jazi Eko Istiyanto memastikan pihaknya akan berperan aktif dalam melakukan pengawasan Rumah Sakit yang memanfaatkan fasilitas radiasi dan sumber radioaktif. Langkah tersebut dianggap sebagai wujud proteksi kepada masyarakat.

"Jadi masalah keselamatan, dan limbah. Seperti halnya Perguruan Tinggi, ini walaupun namanya bukan akreditasi ya, tetapi kita benchmarking ke negara lain melalui IAEA. Jadi IAEA itu punyabest practices, itu sudah dibukukan, sudah adaguidelinesnya. Regulasi kita itu harus mengikuti itu," ujarnya. 

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait