Terlihat Nyaris Tabrakan, Padahal Garuda dan Lion Air Tunggu Giliran Mendarat

Terlihat Nyaris Tabrakan, Padahal Garuda dan Lion Air Tunggu Giliran Mendarat

Lalu lintas penerbangan pesawat komersial semakin hari semakin padat, karena meningkatnya jumlah orang yang bepergian dengan menggunakan pesawat.

Padatnya lalu lintas udara itu membuat pesawat kadangkala harus antre untuk mendarat (landing).

Antrean pesawat untuk mendarat itu bisa lebih banyak lagi jika bersamaan dengan kepadatan lalu lintas penerbangan itu terjadi pula kondisi cuaca yang kadang buruk (seperti pada musim hujan saat ini).

Sebab, dalam kondisi cuaca yang buruk, pesawat terdahulu yang semestinya sudah mendarat menjadi tak bisa melakukannya.

Selama menunggu giliran atau antrean untuk mendarat itu, pesawat melakukan holding atau berputar-putar di sekitar langit bandara sampai kondisi cuaca dinyatakan aman untuk mendarat.

Di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terdapat dua holding point atau tempat pesawat berputar di udara untuk menunggu antrean mendarat.

Menurut seorang pilot, jika pesawat dari arah Banyuwangi hendak mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai di landasan atau runway 09, maka Point Kuta adalah tempatholding atau berputar-putarnya pesawat selama  menunggu instruksi mendarat.

Sedangkan pesawat yang hendak landing di runway 27, tempatholding pesawat berada di Point Nusa Dua.

Pilot yang enggan namanya ditulis di koran itu menjelaskan, kejadian yang disebut “nyaris tabrakan” pada Rabu (10/2/2016) lalu itu berlangsung saat pesawat Garuda dan Lion sama-sama hendak mendarat di runway 09, sehingga mereka diarahkanholding ke Point Kuta.

Airnav mengarahkan pesawat Garuda ke kanan (arah standar), dan pesawat Lion ke arah kiri (non-standar).

Jadi, ada dua perputaran atau holding dengan arah berlawanan karena sama-sama sedang antre menunggu giliran mendarat.

Kemudian, sepertinya Airnav menyuruh keduanya turun posisi untuk persiapan landing.

Dalam kondisi demikian, pada saat tertentu akan tampak kedua pesawat seperti berada pada titik yang sama, sehingga diberitakan hampir terjadi tabrakan.

Lebih jelasnya, saat itu pesawat Garuda dan Lion sama-sama diminta Airnav untuk holding di Point Kuta.

Karena dari berlainan arah, maka kedua pesawat harus mengambil belokan ke kiri dan ke kanan dengan posisi pesawat Lion di ketinggian 14.000 feet (kaki) dan Garuda 15.000 kaki.

Karena holding pada putaran yang sama, yakni di Point Kuta, maka pada setiap satu putaran, kedua pesawat akan terlihat bertemu di satu titik namun sebetulnya keduanya berada pada ketinggian berbeda.

“Karena mereka sama-sama berputar atau holding dan secara bersamaan disuruh turun, maka kedua pesawat turun. Tapi, sepertinya salah-satu pesawat terlambat menerima perintah untuk menurunkan ketinggiannya, sehingga jarak kedua pesawat menjadi lebih dekat dan disebut oleh media hampir tabrakan. Padahal, jarak keduanya masih tergolong aman,” tutur pilot itu.

Jarak vertikal antar pesawat selebar 1.000 kaki termasuk dalam jarak aman berdasarkan standar internasional.

Dijelaskan pilot itu, jika jarak ketinggian antar-pesawat di udara sekitar 200 meter atau di bawah 1.000 kaki, maka alat di dalam pesawat yang disebut TACAS (Traffic Alert and Collision Avoidance System) akan berbunyi “traffic, traffic”.

Kalau hal tersebut di atas terjadi, pesawat yang berada di posisi lebih tinggi akan diperintahkan untuk “Climb” atau naik; sedangkan pesawat yang berada di posisi bawahnya akan diperintahkan untuk “Descend” atau turun.


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunbali
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait