Lembaga Penyiaran Harus Berperan Edukasi Penanggulangan Bahaya Narkoba

Lembaga Penyiaran Harus Berperan Edukasi Penanggulangan Bahaya Narkoba

Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali I Nengah Muliarta menyerukan kepada lembaga penyiaran di Bali untuk terlibat dalam upaya penanggulangan bahaya narkotika. Melalui siaranya lembaga penyiaran dapat memberikan edukasi atau pendidikan kepada masyarakat akan dampak bahaya narkotika dan cara penanggulangan bahaya narkotika. Lembaga penyiaran memiliki peran strategis dalam upaya penyebarluasan informasi dan pendidikan terhadap upaya penanggulangan bahaya narkotika, terutama di daerah Bali.

“siaran dari lembaga penyiaran memiliki kekuatan untuk mengubah dan mempengaruhi pola pikir dan prilaku masyarakat, ini harus dimanfaatkan dalam upaya penanggulangan bahaya narkotika, lembaga penyiaran harusnya mampu mengedukasi masyarakat” ujar I Nengah Muliarta dalam diskusi dengan lembaga penyiaran terkait upaya penanggulangan bahaya Narkotika di kantor Badan Narkotika Nasional di Kreneng Denpasar

Menurut Muliarta, pendidikan akan bahaya narkoba kepada masyarakat dapat dilakukan oleh lembaga penyiaran melalui program pemberitaan, himbauan atau dalam bentuk iklan layanan masyarakat. Sebagai media lembaga penyiaran pada dasarnya tidak hanya memberikan hiburan pada masyarakat tetapi juga memberikan pendidikan dan informasi serta melakukan kontrol sosial. Walaupun bentuk format siaran adalah hiburan, tetap saja siaran hiburan tersebut harus memberikan pendidikan. Begitu juga pesan terkait bahaya narkotika serta cara penanggulanganya dapat disampaikan dalam kemasan hiburan.

Muliarta menjelaskan bentuk edukasi yang cukup lumrah melalui lembaga penyiaran selama ini adalah bentuk iklan layanan masyarakat. Namun sayangat disayangkan iklan layanan masyarakat sangat minim, apalagi yang terkait dengan penanggulangan bahaya narkotika. konseptual penayangan iklan layanan masyarakat menjadi wajib karena penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa memiliki fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan perekat social. Sedangkan ILM menjadi salah satu aplikasi dari fungsi-fungsi penyiaran tersebut. Selain itu, dalam pasal 46 ayat (7) Undang-undang penyiaran juga menyebutkan bahwa “lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran iklan layanan masyarakat”. Persentase dari waktu siaran iklan layanan masyarakat juga telah diatur dengan tegas. Pada ayat (9) disebutkan “waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk lembaga penyiaran swasta paling sedikit 10 persen dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk lembaga penyiaran publik paling sedikit 30 persen dari siaran iklanya.

Muliarta menyebutkan berdasarkan hasil Survey KPID Bali selama Juni-Agustus 2014 terhadap 15 radio menunjukkan hanya 5 radio yang memproduksi ILM sendiri. Sedangkan radio lainnya menayangkan ILM milik lembaga atau instansi lain. Kondisi ini berarti hanya 5 radio yang memiliki kesadaran akan hak publik untuk mendapatkan informasi dan pendidikan melalui ILM. Hanya 5 radio yang memiliki rasa tanggungjawab terhadap penggunaan frekuensi milik public dan rasa penghormatan terhadap ruang public. Hanya 5 radio juga yang tahu akan kewajiban kepada public.

 

Kasus yang sama juga terjadi pada lembaga penyiaran televisi. Buktinya dari 20 TV yang bersiaran di Bali, mungkin hanya 4 televisi yang menayangkan ILM. Jika ditelusuri lebih jauh, terdapat beberapa alas an klasik dari lembaga penyiaran yang tidak memproduksi dan menayangkan ILM. Alasan klasik pertama adalah tidak memiliki studio produksi. Alasan Kedua tidak memiliki dana produksi. Alasan ketiga adalah tidak memiliki tim kreatif untuk produksi ILM. Alasan-alasan tersebut seharusnya tidak muncul, jika terdapat rasa tanggungjawab dan mengetahui kewajiban dari penggunaan frekuensi yang merupakan milik public.

Muliarta berharap lembaga penyiaran aktif mengambil peran dan tidak hanya menunggu. Lembaga penyiaran harus menyadari frekuensi yang digunakan adalah milik publik, maka sudah seharusnya isu publik dan kepentingan publik harus diutamakan. Termasuk upaya penanggulangan terhadap bahaya narkotika. “ bahaya narkotika merupakan hal terkait kesehatan, isu kesehatan publik harusnya mendapat prioritas dari lembaga penyiaran” papar Muliarta.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait