Jangan 'Jajan' Sembarangan! Pakai Jasa PSK Didenda Rp 50 Juta

Jangan 'Jajan' Sembarangan! Pakai Jasa PSK Didenda Rp 50 Juta

DENPASAR - Pengusaha dan pengguna layanan prostitusi di Kota Denpasar harus siap-siap menerima sanksi tegas dari pemerintah. Pasalnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar sudah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum.

Dalam perda tersebut, baik penyedia, pengguna, dan orang yang menawarkan jasa prostitusi dikenakan sanksi pidana dan denda sebesar Rp 50 juta.

Artinya, tidak saja penyedia atau pengusaha yang menyediakan layanan prostitusi—baik dalam bentuk lokalisasi, panti pijat plus-plus, dan sebagainya—yang akan gencar dibina sampai dikenakan sanksi hukum oleh pemerintah dan pihak kepolisian.

Pun kini masyarakat yang menggunakan layanan tersebut dikenakan sanksi yang sama.

“Kami sedang mengadakan sosialisasi ke masing-masing kecamatan, desa, lurah, kadis, dan kaling. Nanti akan dibentuk tim. Kepala desa/lurah juga punya tugas untuk mensosialisasikan kepada pengusaha-pengusaha dan tempat-tempat prostitusi di wilayahnya. Mengenai sanksi dan lain sebagainya biar mereka tahu,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana,  Rabu (11/11/2015).

Pemkot Denpasar, sejak 3 November 2015, sudah mengumpulkan seluruh kepala desa, lurah, kepala dusun dan kepala lingkungan di Kecamatan Denpasar Utara dan DenpasarTimur.

Setelah selesai melakukan sosialisasi ke semua kecamatan, maka mulai 2016 mendatang, Pemkot akan mulai gencar menerapkan perda tersebut.

Alit Wiradana menambahkan, Satpol PP Denpasar siap untuk menegakkan semua perda yang telah disahkan.
Namun, dalam melakukan penegakan perda, Satpol PP tidak serta merta melakukan tindakan preventif atau memberikan sanksi, melainkan melakukan pembinaan terlebih dahulu.

“Apabila langkah-langkah pembinaan tidak bisa dilakukan, baru kami kenakan sanksi sesuai perda,” jelas Alit Wiradana.

Anggota DPRD Kota Denpasar, AA Susruta Ngurah Putra, membenarkan bahwa Pemkot Denpasar, baik eksekutif maupun legislatif, sudah memparipurnakan Perda No 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum pada Agustus 2015.
Untuk benar-benar menegakkan perda, kata Susruta, semua pihak tidak boleh menerima suap-suap atau pungutan ilegal.

“Prostitusi itu kan memang dilarang. Kalau sampai ada yang ketahuan menerima retribusi atau pungutan dari tempat-tempat seperti itu, maka itu namanya pungutan ilegal. Dan, jika sekali ada pihak yang menerima iuran dan sejenisnya, dia tidak akan bisa bertindak tegas untuk menertibkan,” kata Susruta melalui telepon.

Sementara itu, Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar, IB Rahoela, mengatakan, perda tersebut bertujuan positif untuk mengurangi dan meniadakan tempat-tempat prostitusi.

Nantinya masyarakat di Kota Denpasar secara sosial bisa berkreativitas dan bekerja sesuai etika dan moral.

“Artinya, kita dorong mereka, kita bina mulai sekarang untuk mencari pekerjaan lain. Yang buka usaha begitu kita dorong juga untuk tidak lagi membuka usaha yang seperti itu. Yang jelas, kalau sudah ada dasar hukumnya, setidaknya hal-hal semacam itu akan berkurang dan orang jadi semakin takut untuk datang dan menikmati jasa prostitusi,” jelas Rahoela kepada Tribun Balidi ruang kerjanya kemarin.

Apabila upaya pembinaan dan lain sebagainya tidak juga berhasil untuk menyadarkan para pelaku usaha prostitusi dan masyarakat yang sering berlangganan di tempat prostitusi, lanjut Rahoela, maka Pemkot Denpasar tidak akan segan-segan untuk mempidana dan mendenda sebesar Rp 50 juta sesuai dengan Perda No 1 Tahun 2015.

“Kalau masih ada, ya siap-siap terima sanksi,” tegas Rahoela. (*)


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunbali
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait