Indonesia "Lobi" untuk Rebut Predikat Anggota Dewan ICAO

Indonesia "Lobi" untuk Rebut Predikat Anggota Dewan ICAO

Indonesia kembali mencalonkan diri menjadi anggota Dewan International Civil Aviation Organization (ICAO). Pencalonan ini merupakan upaya kelima setelah empat upaya pencalonan sebelumnya belum membuahkan hasil.

“Keuntungan menjadi anggota Dewan ICAO sangat besar. Salah satu diantaranya adalah Indonesia dapat mengambil bagian dalam perumusan kebijakan penerbangan sipil dunia,” kata Menteri Perhubungan dalam acara Transportation Ministerial Meeting of Developing Countries di Bali.

Pada pertemuan ini Indonesia menyampaikan visi baru terkait peranan Indonesia di komunitas penerbangan sipil dunia, khususnya di kalangan Negara-negara berkembang. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penumpang pesawat udara di Indonesia maupun dunia, pemerintah Indonesia mengantisipasi kebutuhan sumber daya manusia profesional dengan mendorong pelatihan dan pendidikan bagi para personil penerbangan. “Tahun lalu saja Kementerian Perhubungan memberi 500.000 sertifikat kompetensi“, terang Menhub di hadapan para peserta pertemuan tingkat menteri tersebut.

Menteri Perhubungan RI, Ignasius Jonan kepada wartawan, di Kuta, menyampaikan, pertemuan ini untuk memperbaiki kegagalan tahun 2013 lalu, dimana Indonesia gagal menjadi anggota dewan ICAO. Pada pertemuan di Montreal, Kanada, September 2013 lalu, Indonesia gagal menjadi anggota dewan ICAO, karena hanya mendapatkan dukungan dari 97 negara. Sedangkan untuk menjadi anggota dewan ICAO harus mendapatkan dukungan minimal 125 dari 191 negara anggota. 

"Kita tahun 2013 mendapatkan dukungan 97 negara anggota, minimal untuk pemilihan tahun 2016 ini kita mendapatkan penambahan 25 dukungan lagi," harap Menteri Perhubungan. 

Ditanya rival terberat, mantan Dirut PT. KAI ini tak memungkiri, negara tetangga malaysia adalah saingan terberat Indonesia dalam merebut predikat sebagai anggota dewan ICAO. Namun yang tak kalah penting harus dilakukan selain berpikir soal rivalitas, adalah bagaimana perbaikan keamanan dan keselamatan penerbangan sipil dalam negeri.

"Yang terpenting perbaikan keamanan dan keselamatan. Kita di Kementrian Perhubungan sangat konsern untuk hal itu," ungkap Jonan.

Ignasius Jonan menyampaikan, Indonesia yang kini menempati peringkat 10 besar penerbangan didunia, dan sebagai negara dengan jumlah pesawat terbang komersial terbanyak dikawasan Asean, atau lebih dari 1100 penerbangan berjadwal ataupun tidak berjadwal, harus memiliki kontribusi dalam penentuan kebijakan perbangan sipil internasional. Oleh karena itu, Indonesia sangat berambisi terpilih menjadi anggota dewan ICAO bersama 35 negara lainnya, dengan tujuan dapat melahirkan regulasi soal penerbangan sipil internasional yang wajib ditaati semua negara anggota.

"Semua negara anggota wajib mengikuti aturan-aturan tentang penerbangan sipil internasional. Kalau mau sendiri ya pasti penerbangannya, tidak ada penerbangan luar negeri masuk ke Indonesia atau dari Indonesia bisa keluar negeri. Jadi ini kita harus adopsi," tegasnya.

Sementara dalam Transportation Ministerial Meeting of Developing, disepakati Joint Communique : Strengthening Partnership on Capacity Building for Civil Aviation: No Country Left Behind. Joint Communique itu memuat 7 butir kesepakatan penting, yang secara garis besar merangkum komitmen negara-negara dalam memperkuat kerjasama dibidang peningkatan penerbangan sipil serta dukungan atas kepemimpinan ICAO dalam mewujudkan keselamatan dan keamanan.


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait