Dualisme Keputusan Kawasan Suci Teluk Benoa, PHDI Mengadu ke DPD RI

Dualisme Keputusan Kawasan Suci Teluk Benoa, PHDI Mengadu ke DPD RI

Perwakilan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), yang terdiri Sabha Walaka dan Dharma Adhyaksa mendatangi sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Provinsi Bali. Tujuan dari kedatangan para sulinggih itu, tak lain untuk mengadukan persoalan dualisme keputusan kawasan suci teluk benoa, oleh Sabha Pandita PHDI. Kunjungan tersebut, diterima oleh Anggota DPD RI asal Bali, Gede Pasek Suardika untuk mendengar berbagai masukan dan aspirasi yang disampaikan para perwakilan Sabha Walaka dan Dharma Adyaksa PHDI.

Ketua Dharma Adyaksa PHDI Pusat, Ida Pedanda Sebali Ketut Tianyar Arimbawa di Sekretariat DPD RI Provinsi Bali, menjelaskan, kedatangannya itu untuk menyampaikan sejumlah permasalahan yang berkembang, kepada perwakilan Bali yang duduk dikursi DPD RI. Harapannya, DPD RI dapat menyampaikan aspirasi itu kepada pemerintah, utamanya perihal rencana reklamasi di teluk benoa.

"Kita ingin menyampaikan aspirasi ke DPD RI yang jadi perwakilan dari Bali, dengan harapan dapat disampaikan ke pemerintah, ke eksekutif," katanya. 

Ida Pendanda Sebali Tianyar Arimbawa mengatakan, pihaknya tidak ada niatan untuk mendesak pemerintah untuk membatakan Peraturan Presiden (Perpres) nomor 51 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Menurutnya yang harus dilakukan adalah revisi terhadap Perpres tersebut, agar tidak muncul kesan Pemerintah diatur oleh investor.

"Kami tidak meminta dibatalkan, tetapi direvisi. Jangan sampai muncul kesan Pemerintah diatur-atur sama investor," ucapnya. 

Sementara Anggota DPD RI asal Bali, Gede Pasek Suardika pada kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya menerima perwakilan dari sabha walaka dan dharma adyaksa yang kompeten menyampaikan soal kawasan suci teluk benoa. Ditanya soal dualisme keputusan kawasan suci teluk benoa, oleh Sabha Pandita PHDI, ia mengaku, sebagai orang hukum melihat hal itu dari sisi legalitas, khususnya untuk tandatangan para sulinggih yang tergabung dalam dharma adyaksa.

"Kalau saya lihat, karena saya orang hukum, maka saya lihat legalitas. Tadi sudah disampaikan, yang mereka harus bertanda tangan mengatakan ada mekanisme yang aneh ditempat surat satunya lagi, dimana beliau tidak mau tanda tangan. Yang kedua ada beberapa sulinggih mencabut tanda tangannya, karena merasa itu dikelabui, tidak diberi informasi yang sebenarnya. Otomatis surat yang satunya kan sudah tidak sah. Justru saya belum melihat surat itu, kalau yang bersangkutan atau ketuanya membawa kami, akan diterima juga. Karena sampai sekarang kan suratnya tersembunyi juga," tegasnya.

Gede Pasek Suardika lebih lanjut mengatakan, dari surat keputusan yang disampaikan perwakilan Sabha Walaka dan Dharma Adyaksa, Sabha Pandita memastikan teluk benoa adalah kawasan suci. Oleh karena itu, semua umat Hindu di Bali diminta mempertahankan Sabha Pandita tersebut, utamanya dalam menjaga kawasan suci itu dari campur tangan investor.

"Benoa adalah kawasan suci, oleh karena itu umat Hindu di Bali khususnya, mari kita pertahankan ini apapun yang terjadi, karena Bali rumah kita, jangan sampai diambil alih orang lain, apalagi investor. Kalau investor ingin mengambil alih kawasan suci sampai 700 hekare, sama dengan imprealislah," katanya


Ditayangkan sebelumnya dari situs redaksi
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait