BNPB Catat Bencana Meningkat Dua Tahun Terakhir

BNPB Catat Bencana Meningkat Dua Tahun Terakhir

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat angka bencana cenderung tinggi dua tahun terakhir. Tahun 2016 kuantitas bencana alam di Tanah Air sebanyak 2.384, dan tahun 2017 terjadi setidaknya 2.377 kasus. Sedangkan dari sisi korban meninggal dunia, tahun 2017, 377 jiwa, dan tahun 2016 sebanyak 561 korban jiwa.

Kepala BNPB, Willem Rampangilei kepada wartawan di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Rabu (21/2/2018) memperkirakan, frekuensi bencana pada tahun 2018 akan cenderung meningkat. Banyak indikator dikatakan menjadi pemicu naiknya kuantitas bencana di Tanah Air.

"Itu bukan cuma Indonesia. Jadi kecenderungan kejadian bencana bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia semakin meningkat. Ada bencana-bencana yang sebelumnya tidak pernah terjadi, sekarang terjadi, ya kan. Contohnya banyak ini," katanya.

"Jadi kita lihat trennya bapak ibu sekalian, beberapa yang menyebabkan bahwa intensitas dan frekuensi bencana semakin meningkat, yang pertama adalah kita lihat bahwa degradasi lingkungan, itu masih kita atasi secara sepenuhnya. Lalu DAS kritis, Daerah Aliran Sungai, termasuk kondisi-kondisi sungai yang memprihatinkan," tuturnya.

Willem menambahkan, perubahan iklim juga akan mengambil porsi terbesar dalam memicu bencana di Indonesia tahun 2018. Hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor disebut masih berkontribusi terhadap angka kebencanaan di Indonesia.

"Lalu belum lagi kita berbicara masalah perubahan iklim, cuaca ekstrim, ya kita lihat bahwa bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim dan cuaca ekstrim ini memakan korban yang sudah banyak. Artinya 90 persen bencana di Indonesia itu disebabkan oleh hidrometeorologi ya, banjir, longsor itu masih mendominasi tempat yang paling sering terjadi," ungkapnya.

"Lalu kita lihat juga bahwa pembangunan, dan pemukiman masyarakat itu banyak didaerah-daerah yang rawan bencana, terutama masyarakat. Lalu pembangunan masa lalu itu dibangun, dikerjakan, tidak berbasis kepada analisis risiko bencana. Dan sekarang ini menjadi tantangan kita, bahwa pembangunan kedepan, harus melengkapi analisis risiko bencananya," imbuhnya.

Selain itu, Kepala BNPB mengungkapkan potensi ancaman bencana baru. Ancaman bencana baru itu dilihat dari titik gempa yang teranalisa sejak 7 tahun terakhir. Tahun 2010 disebut, titik potensi gempa hanya di 110 lokasi, dan tahun 2017 naik menjadi 295 titik potensi gempa.

"Belum lagi kita bicara bencana-bencana non-alam, misalnya gagal teknologi, lalu yang disebut dengan hazmat, hazardous material, material-material yang berbahaya, nah seperti ini, tentunya terorism dan sebagainya," tutup.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait