Pertamina Berkomitmen Dukung Pelestarian Penyu di Pulau Serangan

Pertamina Berkomitmen Dukung Pelestarian Penyu di Pulau Serangan

Pertamina berkomitmen untuk mendukung dan terlibat langsung dalam upaya pelestarian penyu di Pulau Serangan, Denpasar. Komitmen tersebut sebagai salah satu upaya Pertamina dalam turut serta untuk menjaga kelestarian lingkungan. Apalagi Pertamina Pesanggaran-Denpasar sudah sejak lama membantu masyarakat Serangan dalam pelestarian penyu melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Komitmen Pertamina tersebut disampaikan oleh Koordinator Keselamatan Kerja, Kesehatan  dan Perlindungan Lingkungan Pertamina Pesanggaran, Denpasar Julian C Pratama pada keteranganya di sela-sela acara pelepasan 1072 tukik di Pantai Serangan, Denpasar, (13/8/2017).
 

Menurut Julian, upaya pelestarian penyu yang dilakukan masyarakat serangan melalui lembaga Turtle Conservation and Education Center (TCEC) atau Pusat Konservasi dan Pendidikan Penyu sangat sejalan dengan program lingkungan Pertamina. Upaya pelestarian penyu juga telah menunjukkan hasil yang menggembirakan sehingga sangat layak untuk di dukung. “ Kami akan coba bantu siapkan pendanaan untuk mendukung program pelestarian penyu, kami juga berkomitmen untuk dapat terlibat langsung” kata Julian.
 

Julian menegaskan bahwa sebagai bentuk komitmen dalam pelestarian penyu di Pulau Serangan, Pertamina pada tahun ini akan memberikan bantuan berupa pembangunan laboratorium kesehatan penyu. Laboratorium kesehatan  penyu diharapkan dapat membantu upaya penangkaran dan penyelamatan penyu. “Lab nantinya akan dilengkapi dengan fasilitas cek kesehatan  dan dilengkapi dengan peralatan untuk bisa membantu penyu yang mengalami cacat atau gangguan” jelas Julian.
 

Julian berharap kedepannya upaya konservasi penyu di Pulau Serangan tidak saja hanya menjadi tempat penyelamatan satwa penyu, tetapi juga dapat berkembang menjadi kawasan wisata konservasi. Dimana wisatawan atau masyarakat yang berkunjung tidak saja dapat belajar mengenal penyu tetapi juga dapat terlibat dalam upaya penyelamatan penyu. “kita akan coba bantu juga mempromosikan sehingga bisa bersaing dengan obyek wisata lainnya di Bali. Harapanya tentu ekonomi masyarakat juga dapat terangkat” papar Julian.
 

Manager Turtle Conservation and Education Center (TCEC), Made Sukanta mengakui bahwa penangkaran dan pelestarian penyu yang dilakukan selama ini masih banyak mengalami kendala. Salah satunya adalah kendala dalam hal pendanaan. Dimana operasional dari TCEC selama ini sangat tergantung dari donasi dan adopsi penyu yang silakukan oleh wisatawan. Dalam satu bulan jumlah tukik yang diadopsi oleh wisatawan mencapai 200-300 ekor. Jumlah tersebut belum termasuk adopsi yang dilakukan secara berkelompok oleh perusahaan.
 

Sukanta mengakui sumber pemasukan TCEC selama ini hanya berasal dari donasi, adopsi dan kunjungan edukasi. Mengingat selama ini tidak ada bantuan dana rutin dari pemerintah. Apalagi pengelolaan TCEC langsung berada di bawah Badan Usaha Desa (Bumdes). Konsep adopsi menjadi tumpuan untuk membiayaan operasional TCEC. Dimana untuk keperluan biaya pakan saja memerlukan dana mencapai Rp. 3 juta per-bulan. Sementara untuk dana operasional keseluruhan termasuk gaji 10 orang karyawan mencapai Rp. 19 juta per-bulan. “konservasi murni sulit, karena kita membutuhkan biaya operasional” tegas Sukanta.
 

Dalam perkembanganya TCEC tidak saja menjadi tempat pendidikan dan konservasi penyu. TCEC kini berkembang sebagai tempat wisata. Kunjungan wisatawan ke TCEC terus meningkat secara signifikan. Secara rata-rata kunjungan wisatawan ke TCEC mencapai 300 – 400 wisatawan per-bulan. Dari jumlah wisatawan yang berkunjung ke TCEC hampir 60 persen merupakan wisatawan Eropa. “mereka banyak kesini bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin terlibat melakukan konservasi, bahkan kami ada tenaga sukarela yang merupakan pelajar dari luar negeri” papar Sukanta
 

Menurut Sukanta, sebagai tujuan wisata, TCEC masih memiliki kekurangan. Kekurangan tersebut adalah terbatasnya informasi terkait perkembangan penyu dan jenis penyu yang ada di serangan. Selain itu, pengetahuan dari sumber daua manusia (SDM) yang ada di TCEC tentang penyu juga terbatas. Mengingat SDM yang ada di TCEC merupakan tenaga lokal yang merupakan warga Serangan yang tidak memiliki pengetahuan khusus tentang penyu.
 

Sementara Tokoh Masyarakat Desa Serangan Wayan Geria mengakui sejak upaya konservasi penyu terlihat hasilnya, kini mulai ada bantuan dari beberapa pihak. Namun yang sangat diharapkan adalah adanya keberlanjutan, sehingga program konservasi juga dapat dilakukan secara berkesinambungan. “kita juga tidak bisa terlalu berharap dari pemerintah, sehingga peran pihak lain seperti Pertamina sangat kita harapkan” ungkap Geria.
 

Geria berharap Pertamina dapat menjadi perusahaan pelopor dalam membantu masyarakat melakukan penangkaran dan konservasi penyu. Bantuan dari Pertamina juga diharapkan tidak sebatas CSR tetapi sebuah program yang berkesinambungan. “kita sebagai masyarakat sangat berharap programnya kontinyu. Ketakutan kita biasanya, begitu terjadi pergantian kepemimpinan terjadi pergantian kebijakan. Mudah-mudahan ini berlanjut” harap Geria.
 

Pulau Serangan selama ini juga identic dengan sebutan sebagai Pulau penyu. Menurut cerita masyarakat Serangan, sebutan Pulau Penyu sudah dikenal sejak tahun 1970an. Saat itu cukup banyak penyu yang mendarat dan bertelur di pantai Pulau Serangan. Pantai Pulau Serangan menjadi tempat penyu untuk bertelur dan menetaskan anaknya. Kondisi tersebut yang menyebabkan wisatawan ramai berkunjung ke Pulau Serangan dan menyebutnya sebagai Pulau Penyu. (Muliarta)

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait