Kode Etik Penting Bagi Dunia Pariwisata

Kode Etik Penting Bagi Dunia Pariwisata

Tiga narasumber hadir dalam dialog publik bertajuk 'Nangun Sat Kerthi Loka Bali Sebagai Spirit Pembangunan Ekonomi di Bali'. Ketiga pembicara itu meliputi Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, Direktur Utama BPR Kanti I Made Arya Amitabha serta Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Dr. Ketut Rasmini.

Berbagai hal mengemuka dalam dialog publik tersebut, diantaranya soal rencana dan strategi (renstra) pemerintah dalam mengejawantahkan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali.   Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati menjabarkan, Nangun Sat Kerthi Loka Bali adalah visi pemerintah untuk menjaga keseimbangan Pulau Dewata secara sekala dan niskala. Visi itu disebut dijabarkan kedalam polaone island one management.  

"Jadi kita ingin pada kesempatan yang baik ini saya lebih senang komunikasi sama teman-teman semua untuk menyamakan persepsi, sehingga dalam pengembangan khususnya di sektor ekonomi, akan merujuk pada konsep-konsep yang akan dilakukan oleh pemerintah. Permasalahan kita sekarang kan sudah jelas, persoalan ketimpangan, baik antar sektor ataupun antar wilayah," katanya kepada wartawan di The Vasini Hotel, Denpasar,baru-baru ini.

Disinggung langkah pemerintah menutup sejumlah toko ilegal yang dimiliki warga negara asing (WNA) dan mempekerjakan warga Tiongkok, mantan Bupati Gianyar ini mengaku keputusan tersebut adalah upaya menegakkan peraturan.

Menurutnya, toko ilegal itu telah melakukan sejumlah pelanggaran termasuk dari sisi kode etik niaga dan kepariwisataan. Khusus kode etik pariwisata, Cok Ace menyebut, saat ini pemerintah bersama sejumlah stakeholders tengah membahas hal tersebut.   "Di Bali khususnya untuk toko-toko belum ada kode etiknya. Berbeda dengan kontraktor misalnya ada kode etik untuk pemborong. Dokter juga ada kode etik dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia).

Tetapi untuk pariwisata belum punya kode etik, sedang kita susun. Karena ini kasusnya sudah duluan terjadi di Bali, teman-teman pariwisata sekarang sedang membuat gambaran bagaimana kode etik sebagai pengusaha," ujarnya.   Kode etik pariwisata dikatakan Cok Ace akan mengatur soal batasan fee yang boleh diberikan pengusaha. Alasannya, besaran fee akan sangat menentukan tingkat persaingan sehat diantara pelaku usaha. Selain itu, besaran fee ini juga mempengaruhi harga yang akan diberikan kepada wisatawan atau konsumen.  

"Contohnya misalnya kita ambil masalah fee. Berapa persen sih fee itu kita anggap layak. Apakah boleh fee itu 70 sampai 80 persen. Kalau sampai 70 persen apakah tidak menuju ke arah penipuan kepada konsumen. Ini yang akan kita atur. Jadi teman-teman di pengusaha pun sekarang mulai berpikir agar tidak terjadi persaingan-persaingan yang sifatnya kartel atau monopoli dan lain sebagainya," papar Cok Ace.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait