DP Rumah 0 Persen, REI Bali Usulkan Relaksasi Pajak dan Penurunan Suku Bunga

DP Rumah 0 Persen, REI Bali Usulkan Relaksasi Pajak dan Penurunan Suku Bunga

Bank Indonesia (BI) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan memberlakukan relaksasi rasio loan to value/financing to value atau LTV/ FTV. 

Relaksasi LTV/FTV ini berlaku untuk kredit pembiayaan properti maksimal 100 persen mulai 1 Maret 2021.

Melalui relaksasi rasio LTV/FTV, calon konsumen berkesempatan membeli properti tanpa membayar uang muka alias down payment (DP) 0 persen.

Artinya, seluruh pembiayaan properti terhadap konsumen yang memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah dan apartemen (KPR/KPA) ditanggung perbankan.

Pelonggaran LTV/FTV ini berlaku untuk semua jenis properti termasuk rumah tapak, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), dan rumah kantor atau rukan.

Relaksasi LTV/FTV ini akan berakhir 31 Desember 2021 dan dievaluasi kembali satu kali dalam setahun.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Bali, I Gede Suardita menyambut baik kebijakan DP rumah 0 persen. 

"Pada prinsipnya kita REI Bali sih mengapresiasi. Kita apresiasilah usaha dari pemerintah, mungkin dalam hal membangkitkan ekonomi," katanya kepada wartawan di Denpasar, Selasa (22/2/2021). 

Hanya saja REI Bali berpandangan, DP rumah 0 persen tidak akan berpengaruh signifikan terhadap tingkat penjualan properti. Alasannya, dengan DP 0 persen, beban konsumen akan lebih berat ketika pembayaran angsuran. 

"Terus yang kedua, dalam prakteknya, biasanya, kan dikembalikan ke bank masing-masing. Dan bank itu ada safetynya juga biasanya, dan segala macemnya. Dengan acuan nilai jaminan, kemampuan bayar konsumen, saya sih agak sedikit pesimis dalam prakteknya, dalam artian (DP) ini bisa diterapkan murni 0 persen. Biasanya karena dilihat dari jaminan, terus kemampuan bayar, itu biasanya pasti cenderung ada penurunan, apalagi dengan situasi seperti sekarang," ungkapnya. 

Ketimbang DP 0 persen, pemerintah kata Suardita dapat menyiasati penurunan penjualan sektor properti melalui relaksasi pajak, dan penurunan suku bunga. Kedua kebijakan ini disebut membuat harga properti lebih terjangkau. 

"Karena pajak itu kan rata-rata membebani hampir 30 persen dari harga jual. Dengan mungkin relaksasi pajak itu dihilangkan, janganlah 100 persen dihilangkan, 50 persen saja dari harga jual itu, kan sudah mengurangi harga jual, dan otomatis harga akan turun," bebernya. 

"Terus kalau untuk masalah relaksasi suku bunga, dengan suku bunga diturunkan, otomatis kan angsurannya akan turun juga. Itu jelas dampaknya ke kita (developer) untuk relaksasi pajak dan suku bunga itu. Kalau DP 0 persen, saya lihat hanya dampaknya, konsumen seolah-olah tidak membayar DP, tapi angsurannya kan naik dia," sambungnya. 

Suardita mengakui, end user perumahan di Bali memiliki pangsa pasar yang besar. Mengacu pada backlog, kebutuhan perumahan di Bali tahun 2020 mencapai 15.000 sampai 17.000 unit. 

Namun dengan kondisi pariwisata yang terpuruk, Suardita pesimis, pangsa pasar potensial itu dapat tergarap maksimal. Terlebih saat ini sebagian besar pekerja pariwisata terkena blacklist di perbankan. Kondisi ini berakibat pada penolakan pengajuan KPR oleh pekerja pariwisata di Bali. 

"Saya sih agak pesimis. Walaupun sudah ada kebijakan DP 0 persen, tetapi nilai KPRnya masih tinggi. Ditambah situasi seperti sekarang. Kecuali mungkin yang tidak terdampak, namun angkanya kecil," pungkasnya.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait