Cukai Minuman Beralkohol di Bali Sumbang Rp 316 Miliar

Cukai Minuman Beralkohol di Bali Sumbang Rp 316 Miliar

Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Bea dan Cukai Bali, NTB, NTT, Syarif Hidayat mengatakan bahwa pemasukan dari minuman beralkohol di Bali sampai 30 November 2015 mencapai Rp 316 miliar. Syarif mengatakan, pendapatan cukai dari minuman beralkohol (disebut juga MMEA/Minuman Mengandung Etil Alkohol) yang mencapai Rp 316 miliar itu hanya dari pabrik-pabrik minuman beralkohol yang ada di Bali.

“Secara nasional pendapatan cukai dari minuman beralkohol mencapai Rp 6 triliun” ujar Syarif.

Selama ini, jelas dia, cukai yang dipungut dari penjualan MMEA di Bali berkontribusi rata-rata di atas 90 persen dari total pemasukan cukai di provinsi ini.

Pada tahun 2013, pendapatan dari cukai MMEA di Bali mendapai Rp 257,6 miliar atau 98,53 persen dari total cukai yang dipungut oleh Kantor Bea dan Cukai di Bali. Tahun 2014, pendapatan cukai MMEA di Bali meningkat menjadi Rp 282,8 miliar atau 97,23 persen dari total pendapatan cukai di sini.

“Pendapatan dari cukai MMEA selama 2015 sampai dengan November yang Rp  316,1 miliar itu merupakan 92,84 persen dari total pendapatan cukai hingga periode itu,” ungkap Syarif.

“Targetnya dari tahun ke tahun semakin tinggi, jadi dari tahun lalu ada kenaikan Rp 40 miliar untuk pencapaian tahun 2015 sampai November. Dari tahun ke tahun, kenaikan pemasukan dari cuklai MMEA di Bali sekitar Rp 30 miliar,” sambungnya.

Sementara itu, Ketua Program Studi (Prodi) Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Made Adi Wirawan menyatakan bahwa saat ini telah banyak penelitian yang diterbitkan dalam jurnal dunia yang menyatakan bahwa minuman beralkohol tidak selalu berdampak negatif.

"Minuman beralkohol dapat memberikan manfaat jika diminum secara moderat. Moderat tersebut dalam artian sebagai porsi yang dianjurkan dan dalam jangka waktu tertentu yang telah dianjurkan. Termasuk untuk mengobati orang yang keracunanalkohol," ujarnya.

Adi juga menambahkan bahwa dalam RUU tersebut agar ditambahkan siapa saja yang boleh meminum minuman alkoholdan juga siapa saja yang boleh menjualnya, sehingga masyarakat menjadi jelas dan mengerti. Dia menyarankan kepada industri minuman beralkohol tradisional agar dilakukan pendampingan saat memproduksi.
Dengan begitu, tidak terjadi kesalahan produksi yang nantinya dapat berakibat sangat fatal.

Ketua rombongan Pansus DPR terkait RUU Larangan Minuman Beralkohol, I Gusti Agung Rai Wirajaya, mengatakan proses pembahasan RUU tersebut masih cukup panjang dan ditargetkan dapat diketok palu pada Juni 2016.

"Memang masih banyak hal yang harus diperbaiki dalam RUU ini. Ini belum harga mati, yang jelas ke depan RUU ini diharapkan bisa menjembatani menuju yang terbaik untuk semua," ucapnya.

Untuk mencari masukan, pihaknya berencana akan pergi ke 6 provinsi di Tanah Air. Selain Bali, pihaknya sudah mengunjungi Aceh dan Sumatera Utara.

"Undang-undang ini dibutuhkan karena selama ini baru ada Peraturan Presiden (PP) saja aturan tertinggi terkait minuman beralkohol. Di daerah-daerah juga sudah ada perda. Sedangkan aturan di atas PP yang semestinya jadi naungan malah belum ada, sehingga kami berinisiatif membuat RUU ini," kata Wirajaya.


Ditayangkan sebelumnya dari situs tribunnews
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait