Asal Mula Manusia Bali (Kawitan)

Asal Mula Manusia Bali (Kawitan)

Kawitan itu berasal dari bahasa sansekerta yaitu Wit yang artinya asal mula. Asal mula manusia adalah Tuhan, maka sesungguhnya setiap orang punya kawitan.. Pulau Bali sebelum dibangun menjadi pulau Bali dulunya bernama Gili Manuk yang dikarenakan bentuk pulau ini seperti ayam. Karena pulau itu dihuni oleh orang - orang suci, maka pulau ini disebut pulau Bali yang mana Bali berarti suci. Kemudian pulau bali dibangun dengan konsep Weda yang mana salah satu unsur  ajaranya adalah memanusian alam dan lingkungan. Yang dimaksud memanusiakan adalah bagaimana kita menghormati, menghargai dan merawat alam tak ubahnya seperti memperlakukan seorang manusia.

Dalam konsep Hindu, jika alam sudah terjaga dengan baik, maka pulau Bali beserta isinya akan terjaga pula, karena itulah pulau Bali secara spiritual dijuluki Bawa Maurip yang artinya hidup dan bersinar. Karena itu seluruh tempat di Bali ada parahyanganya. Sawah parahyanganya Ulun Carik, tegalan parahyanganya Alas Arum dan perumahan parahyanganya Kahyangan Tiga. Dalam konsep memanusiakan, maka parahyang tadi adalah bagian ulunya.  Menurut pedanda, apa yang digembar gemborkan sebagai bahaya global warming sekarang ini sebenarnya sudah dipikirkan oleh para leluhur kita. Beliau sudah mengetahui akan efek yang terjadi jika alam sudah kita rusak, maka dari itu ada rerainan tumpek wariga yang pesan morilnya agar kita selalu ingat untuk menjaga alam dan lingkungan. Itu hanya salah satu contoh dari ribuan konsep adiluhung dari para leluhur kita. Mengenai orang luar bali yang tidak melaksanakan konsep tersebut tentu bagi mereka efeknya tidak dirasakan karena mereka berbeda keyakinan dan tidak memahami dan menghayati maksud adiluhung dalam konsep tersebut, walaupun mereka juga akan kena akibatnya. Seharusnya kitalah yang menjaga pulau kita ini, karena jika alam sudah murka maka kitalah yang akan jadi korban yang paling parah, ini karena kesalahan kita yang tidak mampu menjaga tanah yang suci ini yang dikarenakan keserakahan kita akan kekayaan duniawi sehingga banyak orang Bali yang menjual tanah hanya dengan tujuan menjadi kaya dengan mudah.  Merupakan tugas dan tanggung jwab kita bersama, baik itu masyarakat, pemuka agama dan pemerintah untuk menjaga tanah bali ini sebagai warisan yang suci.

Konsep merajan kawitan ada mulai abad ke 11 yang ditepkan oleh Ida Mpu Kuturan di Bali sebagai benteng, karena bercermin dari  pengalaman sejarah runtuhnya kerajaan Hindu di Jawa. Di jawa kawitan tidak sedetail di bali, yang ada adalah dalam bentuk candi pemujaan kerajaan leluhur dan sebagainya yang lebih bersifat umum, yang ikatanya tidak sekuat konsep kawitan di Bali. Mengenai adanya banyak kawitan, ini bersumber dari kondisi sosial dan kedudukan leluhur kita di masyarakat pada jaman dahulu. Jika misalnya leluhur kita dahulu pernah menjadi raja, maka keturunannya akan memakai nama kawitan tersebut. Begitu pula jika seandainya leluhur kita dulu menjadi wiku, maka keturunannya akan memakai mana kawitan tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya kita punya kawitan para leluhur yang luar biasa, yang sakti, bijaksana, dharma dan berwibawa. Dengan mengingat kawitan maka seolah kita ditantang, apakah dengan sikap dan perilaku kita seperti sekarang ini kita layak menyandang nama kawitan sebagai keturunan beliau? Kawitan adalah pengingat wit atau asal.

Banyak sekali kejadian orang-orang Bali tidak mengetahui kawitannya, hal ini sangat fatal sekali akibatnya. Ada yang kesakitan, turun jabatan, cekcok dengan keluarga, tak maju-maju dan sebaginya. Akhirnya setelah di telusuri bahwa hal ini disebabkan karena kesisipan oleh kawitan. Nah dari sanalah masyarakat Bali ngeh bahwa harus ingat dengan kawitan. Bagi yang sudah tahu kawitannya ya tinggal datang ke kawitan, namun bagi yang tidak tahu kawitannya maka akan menjadi masalah tersendiri bagi mereka. 

Bagaimana bisa banyak orang Bali samapi tidak mengetahui kawitannya? Banyak analisa mengenai faktor yang menyebabkan orang Bali tidak menemukan kawitannya seperti:

1. faktor orang tua yang tidak menceritakan kepada keturunannya mengenai kawitannya.
2. terjadinya bencana alam yang menyebabkan pengungsian dan berpencar semakin jauh dari kawitannya.
3. terjadinya peperangan pada zaman dulu yang menyebabkan pengusiran secara paksa dari kawitannya.
4. zaman penjajahan yang memperbudak rakyat sehingga mereka jauh dari kawitannya.
5. transmigrasi yang menyebabkan orang Bali lupa akan kawitannya.
6. sistem transportasi modren yang menyebabkan orang Bali bepergian jauh dan tidak ingat dengan kawitannya.

Bagi mereka yang tidak mengetahui kawitannya dapat menanyakan kepada orang pintar, menelusuri lewat jalur persembahyangan, melalui sastra seperti prasasti, babad, dan cerita rakyat secara turun temurun.


Ditayangkan sebelumnya dari situs Gedekamiyana
Okantara
Author : Okantara

Sudah melang melintang di dunia media dari lulus kuliah. IB Okantara adalah salah satu founder dari Kabardewata.

Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait