Kisah Sedih Roh Pak Made (yang Telah Pidah Agama)

Kisah Sedih Roh Pak Made (yang Telah Pidah Agama)

Pada saat ini di beberapa daerah di Bali sedang dilakukan upacara Ngaben (upacara pembakaran mayat yang biasa dilakukan oleh umat Hindu). Ada sebuah kisah seorang yang kini ikut di abenkan. Kisah ini saya dengar dari saudara istri saya di Klungkung.

Kisah ini dimulai pada akhir tahun 1960-an. Satu keluarga di Klungkung yang cukup berada, mengirimkan anak-anaknya untuk bersekolah di Yogyakarta. Anaknya yang nomor dua, sebut saja namanya Made, sebelum tamat kuliah menikah dengan seorang gadis setempat, secara pernikahan agama lain. Perkawinan ini tidak dapat diterima oleh orang tuanya. Made dianggap anak hilang. Sejak ini hubungan orang tua dan anak putus. Made tidak pernah pulang ke Klungkung. Bahkan ketika kakaknya yang tertua menikah dan ayahnya meninggal dia tidak datang. Ibunya demikian juga. Sekalipun sering ke Yogya menengok anak-anaknya yang lain, ia tidak pernah menemui keluarga Made.

Sejak menikah Made tidak meneruskan kuliahnya. Karena tidak lagi dibiyayai oleh orang tuanya, ia membiayai hidupnya dengan berjualan beras. Karena dia ulet, usahanya jadi berkembang. Hidupnya cukup makmur. Keluarga Made memiliki 3 orang anak laki-laki. Dua anaknya ikut Made masuk agamanya yang sekarang. Seorang anaknya entah kenapa menolak masuk agama orang tuanya. Ketika SD, anak ini pergi ke Bali, dan tidak mau balik ke Yogya.ia tinggal bersama neneknya di Klungkung.

Lima tahun yang lalu Made meninggal, Istrinya menyusul 2 tahun kemudian. Untung anak-anak mereka, termasuk yang di Bali sudah selesai kuliah dan sudah ada yang bekerja.

Sekarang cerita kembali ke Bali. Sejak meninggal 5 tahun lalu, Made sering mendatangi ibunya di Bali, baik dalam mimpi maupun dalam keadaan terjaga. Ibu ini sekarang sudah berusia sekitar 70 tahun. Matanya sudah rabun berat. Tapi dalam jaga ia sering melihat anaknya made datang ke rumahnya, kadang-kadang duduk di tangga rumah, kadang-kadang menemuinya di dapur. Ingat ibu ini sudah rabun berat. Ia tidak bisa melihat siapapun. Tapi ia melihat sosok made yang sudah meninggal dengan jelas. Mungkin yang melihat adalah mata bathin-nya? Ia juga mendengar suaranya dengan jelas. Made sering mendatanginya dan menangis sedih sekali.

“kenapa kamu Made,”  tanya ibu ini satu kali.

Tyang ngidih pelih Me. Tulung kedetin tiang” (saya minta maaf Ma. Tolong tarik saya. Secara harfiah arti ‘kedetin’ ditarik dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, dari tempat yang gelap ke tempat yang terang, dari penderitaan kepada kebahagiaan , dari kematian kepada kehidupan. Arti simboliknya di  Abenkan ( NGABEN).

“Tapi kulit Made kan sudah lain”. ( maksudnya agamanya kan sudah beda ).

“Ya, Saya salah jalan. Sekarang saya berada di lorong yang gelap. Saya tidak bertemu siapa-siapa. Saya dengar istri saya sudah meninggal. Tapi saya tidak bertemu dengan dia. Saya kesepian sekali di sini, Me.

Tolong kedetin tiang”.

Walaupun hatinya iba, ibu tua ini tidak berani mengabenkannya, karena Made sudah masuk agama lain dan di upacarai menurut keyakinan agama tersebut. Betapapun anaknya yang hilang kini telah kembali walaupun dalam bentuk roh.  Tapi begitu nyata. Begitulah tampaknya hubungan ibu dengan anak.

Entah karena kehendak siapa, kira-kira dua bulan lalu ibu tua ini kedatangan 2 orang tamu.  Kedua orang muda itu mengaku datang dari  Yogya. Mereka adalah anaknya Made. Jadi secara biologis mereka adalah cucunya, entah secara batin yang tak pernah di lihatnya secara kecil. Kini mereka datang. Dan ia tak dapat mengenali mereka karena ia rabun berat. Tapi ia dapat mendengar suara mereka dengan jelas.

Setelah masing-masing memperkenalkan namanya, salah seorang dari mereka berkata: “sebelum ibu kami meninggal tiga tahun yang lalu, ia memberi tahu kami bahwa ayah sebelum meninggal liam tahun lalu, berpesan kepada Ibu agar ia di upacarai secara Hindu. Tapi ibu tidak pernah menyampaikan pesan itu kepada siapapun sampai sebelum ibu meninggal tiga tahun yang lalu.

Selama dua tahun pesan Made di pendam oleh istrinya. Selama tiga tahun lagi di pendam oleh anak-anaknya. Tiba-tiba dua bulan lalu mereka berniat untuk menyampaikan pesan itu kepada neneknya di Klungkung, Bali. Apakah Pak Made yang memberitahu anak-anaknya, melalui mimpi atau dalam jaga, seperti ia membritahu ibunya? Anak-anaknya tidak menyebut-nyebut soal ini.

Setelah mendengar wasiat Made yang tertunda selama lima tahun, keluarga di bali langsung ke Yogya untuk membongkar kuburan Made, mengambil tulangnya untuk di aben di Bali. Tapi oleh petugas pemakaman permintaan pembongkaran itu di tolak. Karena dulu Made dikubur secara agama LAIN BUKAN Hindu. Keluarga ini pulang ke Bali. Pengabenan Made tetap dilangsungkan. Ia dibuatkan pengadeg-adeg (semacam simbol dari Made) dari kayu cendana.

Mudah-mudahan setelah pengabenan Made bahagia dan tentram di dunia sana.

Demikianlah kisah nyata yang diceritakan oleh Bapak NGAKAN MADE PUTU PUTRA INI. Menurut tanggapan saya, ceritanya ini sangat menarik. Jadi pesannya: apapun agama, bagaimana pun susah dan ketatnya agama tersebut, seberapa besarpun kecintaan kalian terhadap seseorang,  sebaiknya jangan coba-coba untuk berpindah keyakinan karena mungkin saja agama tersebut belum tentu cocok untuk kalian. Karena Tuhan telah menentukan takdir kalian dimana sejak lahir, maupun masih dalam kandungan Ibu.


Ditayangkan sebelumnya dari situs narayanasmrti
Tuangkan Komentar Anda
Gunakan kode HTML berikut untuk format text: <a><br><strong><b><em><i><blockquote><code><ul><ol><li><del>
CAPTCHA Image
Reload Image
Berita Terkait